Dalam berbagai kesempatan Maulana Habib Luthfi bin Yahya tak henti-hentinya menitipkan pesan yang sangat penting bagi penerus bangsa Indonesia perihal Pancasila, Nasionalisme, Merah-Putih, Cinta Tanah Air, dan NKRI. Berikut adalah diantara pesan-pesan beliau:
Nama beliau sama seperti nama kakeknya, sama-sama Abu Bakar Syatho', dan yang di hadapan saya itu tertulis Syarifah Fatimah binti Ali Jufri Zaujatu Sayyid Abi Bakar Assyatho', yang cucu bukan yang kakek.
Pesan tokoh NU KH. Marzuqi Mustamar agar warga NU bangga, setia dan militan terhadap NU dengan menampakkan jati diri ke-NU-annya kepada siapa saja, dimanapun, dan kapan pun.
Tan Malaka yang memiliki pandangan terbuka dan jauh ke depan sebelumnya telah menganjurkan dan menulis artikel tentang Pan Islamisme dan Komunisme atas kesepakatan setelah bertemu dengan Lenin dan lainnya.
Kesantunan dan ketawadlu’an beliau pada Gus Sholah (selaku cucu Hadrotussyaikh, dan dinilai masih murni di NU Khittahnya) sangatlah luar biasa, datang bertemu beliau langsung sungkem dan memeluk Gus Sholah.
Kiai Hasan dilahirkan pada 27 Rajab 1840 hijriyah di Desa Sentong, Kecamatan Krejengan, Kabupaten Probolinggo. Tanda-tanda keistimewaan Kiai Hasan sudah tampak saat masih di dalam kandungan sang ibu.
Didapat keterangan bahwa Kyai Kholil bin Kyai Abdussyukur pernah 'nyantri' pada Kyai Kholil Bangkalan, Madura. Juga beliau pernah lama menuntut ilmu di Tanah Arab, Mekkah Arab Saudi. Untuk informasi guru dan lainnya di Tanah Arab, Bapak Nuri belum mendapat infirmasi detail.
Di dalam manakibnya disebutkan bahwa Mbah Usman sangat mencintai Rasulullah hingga anak cucu Rasulullah pun ia cintai, tak peduli apakah dzuriah Rasul tersebut alim ataupun tidak, tua ataupun muda. Seringkali Mbah Usman mewanti-wanti keluarga dan santri-santrinya agar mencintai anak cucu Rasulullah tanpa membeda bedakan.
Sebenarnya, tidak ada persoalan dengan tokoh-tokoh Cina yang ada dalam banyak catatan perjalanan penyebaran Islam di Nusantara. Misalnya, kawan karib Sunan Kudus bernama Sunan Telingsing yang bernama asli Tai Ling Sing. Atau kakek Raden Patah dari pihak Ibu bernama Tan Ko Hwat, seorang ulama keturunan Tionghoa yang berdakwah di Gresik.
Harya Penangsang oleh Shashangka dianggap sebagai pelanjut kerja ‘purifikasi’ Sultan Trenggono dan Raden Patah sebagai Tionghua Muslim pemimpin Kerajaan Demak. Kerajaan yang disebut oleh Shashangka pernah menyerang kampung-kampung pedalaman Jawa dengan semangat pemurnian berikut kerja besarnya menggulingkan Kerajaan Majapahit.