Mendengar hiruk-pikuk suara hujat menghujat dan caci mencaci di tengah-tengah masyarakat, sambil menggunakan dalil atau argumen keagamaan, seorang teman bertanya
Pada pertemuan tokoh lintas agama, saya bercerita tentang satu fragmen hidup Gus Dur ketika masih kecil dan masih bersama kakeknya Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy'ari di Pesantren Tebuireng Jombang
Kekuatan besar hendak merusak Negara Kesatuan Indonesia, semua orang sudah mafhum bahwa penghalang utamanya ialah NU.
Saat anak berada di pondok pesantren, sangat wajar bila mereka merasa jenuh. Sangat wajar jika mereka rindu akan suasana rumah
Pemerintah Indonesia sudah harus tegas melumpuhkan pontensi intoleransi dan radikalisme, juga potensi perusak budaya Nusantara.
Diskusi yang tidak pernah tuntas tentang perempuan adalah hukum seorang perempuan menjadi pemimpin dalam masyarakat. Ada banyak pendapat tentang masalah ini
Gerakan ini dipelopori oleh Huda Sha’rawi (1879-1947) dan Saiza Nabarawi yang mendirikan the Egyptian Feminist Union (EFU) pada tahun 1923.
Kita terlalu sibuk dengan urusan politik, soal ekonomi dalam negeri, persoalan radikalisme, intoleransi bahkan sibuk memperhatikan ujaran kebencian antar satu dengan lainnya
Sejak 1991, saya mengenal NU saat masih usia 12 tahun. Yang dikenali hanya lambang NU, itu pun di kalender yang terpampang di rumah kakek.
Hidup selalu saja bersifat dualitas, kanan dan kiri, atas dan bawah, cahaya dan gelap, ceria dan duka, cinta dan benci, siang dan malam