Indonesia tak habis-habisnya menggosipi makhluk kecil bernama Corona. Mau bagaimana lagi, virus kecil yang baru bermukim selang beberapa bula yang lalu dari akhir September 2019 hingga saat ini
Di antara jalan ikhtiar untuk menolak bencana virus corona yang dapat kita lakukan saat ini adalah empat hal ini.
Desas desusnya pun beredar dimana-dimana dengan cepat, mulai dari masyarakat kota sampai dengan masyakat desa, sekalipun masih ada beberapa orang yang bahkan tidak tahu apapun tentang covid-19 ini
Virus ini menyebabkan penyakit dengan gejala yang berbeda, menyebar, membunuh lebih mudah, dan kadang gejalanya tidak nampak pada sesorang sehingga sulit untuk dikenali
Tidak bisa dipungkiri bahwa ada beberapa kelompok tertentu yang secara sengaja menggiring untuk belajar agama di sosial media.
Sebagai pengguna informasi sekaligus penyebar informasi, tentunya kita harus jeli dalam memilah dan memilih informasi mana yang layak untuk kemudian diberitakan kembali kepada orang lain.
"Corona" dalam bahasa Italia berarti "mahkota". Tulisan ini adalah kolom berbagi pengalaman dari Italia, yang ditulis oleh Novia Cici Anggraini, seorang Warga Negara Indonesia yang tinggal di Larino (Campobasso), Molise, Italia. Ia sudah menjalani 11 hari tinggal di rumah karena Covid-19.
Di luar sana, ada yang bingung kenapa Presiden Joko Widodo (yang biasa kupanggil akrab Lik Joko) kok menggunakan pendekatan intelijen saat hadapi #COVID-19. Bahkan bukan sekadar bingung, tapi juga mencemooh, merundung, dan sebagainya.
Selepas solat subuh tadi pagi seperti biasa saya membuka HP untuk menegecek pesan-pesan yang belum terbaca, terutama pesan penting dari para ekspatriat atau dari Jakarta, maklum perbedaan waktu selisih empat jam. biasanya saya mengutamakan pesan yang japri dulu baru kemudian WAG kedinasan, WAG komunitas, dlsb.
Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Dalam waktu yang berdekatan, banyak kiai dan tokoh NU yang berguguran, wafat, "kapundut", dipanggil oleh Allah. Sebagian besar mereka ini masih berumur muda.