Refleksi memasuki tahun baru Hijriyah membawa spirit perubahan, perbaikan diri, dan peningkatan kualitas ibadah. Dengan mengambil inspirasi dari ajaran agama, kita dapat memulai tahun baru dengan semangat yang baru, komitmen yang kuat, dan harapan yang cerah.
Kepuasan hidup merupakan salah satu indikator penting dalam menilai kualitas hidup seseorang. Dalam konteks ini, berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa keyakinan dan praktik keagamaan dapat berpengaruh signifikan terhadap tingkat kepuasan hidup seseorang.
Pada Muktamar ke-29 di Cipasung, pada tahun 1994, diputuskan bahwa pencemaran lingkungan, baik udara, air maupun tanah, apabila menimbulkan dlarar (kerusakan), maka hukumnya haram dan termasuk perbuatan kriminal (jinayat).
Hilir mudik ulama waliyullah di tempat penguasa dalam rangka mengurus kebutuhan umat, hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang berakhlah tinggi. Mereka mengorbankan dan "menghinakan" dirinya demi meraih ridho Allah semata. Mereka mengetahui luasnya rahmat Allah.
Berani (syaja’ah) adalah sikap melangkah maju ke depan guna mendapatkan atau mempertahankan kehormatan dengan menggunakan pertimbangan akal.
Demikianlah Islam memandang pentingnya menghormati seorang pemimpin. Bahkan kepada pemimpin yang zalim terhadap rakyatnya, tetap jalan terbaik bagi umat Islam adalah bersabar. Akan tetapi, bersabar di sini bukan berarti ridho dengan kezaliman yang dilakukan oleh seorang pemimpin.
Dalam rangka mewujudkan maḥabbah (cinta) kepada Allah di antara ciptaan-Nya, maka hal itu berarti bahwa seseorang harus juga mencintai lingkungan hidup sebagai perwujudan kecintaannya kepada Allah.
Jika perempuan itu mitra para lelaki, maka kedua jenis manusia ini harus seiring selangkah, saling memahami. Sikap superior dan inferior sewajarnya ditiadakan.
Saya tak bicara syariat di sini, tapi bicara adat. Sungguh naif pikiran sebagian orang yang mengaku modernis di masa ini yang mengkritik fenomena hijab sebagai adat luar, bukan adat lokal.
Opini dunia, pelan-pelan, berubah. Di era medsos seperti sekarang, nyaris sulit bagi Israel untuk terus-menerus menjalankan praktek lama: bersembunyi di balik dalih “self-defence” untuk menutupi kejahatan aparheid-nya.