Firman Allah SWT : "Dan janganlah sebagian dari kamu memakan harta sebagian orang di antara kamu dengan cara yang batil, dan (jangan) membawa hartamu kepada hakim, maka bahwa kamu dapat memakan sebagian dari harta orang lain dengan dosa, padahal kamu mengetahuinya." (QS. Al-Baqarah: 188).
Media sosial adalah ujian bagi kita untuk menjalankan senarai akhlak yang telah diajarkan al-Qur’an dan ulama kita. Jangan jadikan ia sebagai gudang dosamu, dengan menggunakannya untuk memfitnah, menggunjing, mengumbar aib orang lain, berdusta, menebar berita dusta (hoax), membulli, meremehkan kelompok lain.
Qawa’id merupakan bentuk jamak dari qaidah, yang kemudian dalam bahasa indonesia disebut dengan istilah kaidah yang berarti aturan atau patokan.
Mengutangi itu tidak mudah, lebih-lebih jika yang berutang tidak amanah. Perjuangan mengontrol perasaan dan juga mengontrol lisan itu perlu energi ekstra. Sebab hati sering digoda untuk jengkel dan lisan sering digoda untuk mengucapkan kata-kata nylekit bin pedas lalu bisa terseret pada perbuatan menggunjing dan bahkan bisa memfitnah
Ketika masyarakat menyimpan pertanyaan-pertanyaan yang dikaitkan dengan pandangan keagamaan, para ulama Nahdlatul Ulama selalu hadir memberikan jawaban dan sudut pandang. Seperti yang dilakukan para kiai Jombang. Mereka bahkan membuat forum musyawarah khusus, membahas berbagai persoalan, saling menyodorkan dalil, dan menjawab kegelisahan.
Mengenai masalah ini, seorang ulama dari Tarim, Hadhramaut, Yaman, Habib Muhammad bin Alwi al-Aydrus menyusun kitab an-Niyat. Kitab yang menghimpun niat-niat dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan yang asalnya bukan ibadah murni, termasuk menggunakan internet.
Dalam ilmu psikologi disebutkan bahwa lingkungan memiliki peran besar dalam proses perkembangan dan pembentukan personality individu. Lingkungan dalam hal ini mencakup lingkungan keluarga, lingkungan Pendidikan (sekolah/madrasah), dan lingkungan pertemanan.
Sebagian kaum beragama menolak pendapat atau pikiran atau produk orang lain yang berbeda keyakinan agama dengan dirinya, meskipun baik dan bermanfaat bagi kehidupan. Mereka menyebutnya kafir atau sekuler. Ini sungguh aneh dan sangat inkonsisten. Karena betapa banyak fasilitas hidup yang dipakainya sehari-hari seperti alat-alat komunikasi, transportasi, dan produk teknologi lainnya,
Hal ini (menuntut ilmu) tidak sempurna kecuali seseorang menguasai empat bidang; mahir baca-tulis, mengerti bahasa, menguasai ilmu sharaf, dan ilmu nahwu (gramtikal). Kemampuan ini harus dibarengi dengan karunia Allah seperti kesehatan, kemampuan, keuletan, dan hafalan.
Sikap menolak atau menutup diri seluruhnya maupun sebagiannya terhadap pengaruh kebudayaan asing, bukanlah jalan yang – secara pasti – akan mengantarkan diri (pribadi/bangsa) pada kemajuan. Yang akan terjadi justru sebaliknya, kemunduran dan keterpurukan.