Tujuan mereka adalah menyatukan rakyat Aceh dalam melawan para penjajah dan membangun kembali kehidupan masyarakat khususnya dalam bidang ekonomi dan intelektual. Namun demikian, Belanda melarang organisasi tersebut, menuduh anggota-anggotany sebagai komunis, dan mencoba untuk menangkap mereka.
Pengaruh yang paling besar terhadap pasifikasi Belanda yang sangat dikhawatirkan oleh ulama adalah kebijakan dengan membuka pintu pendidikan sekular untuk rakyat Aceh. Selanjutnya para ulama menyadari bahwa Belanda telah menjauhkan generasi muda Aceh dari pengaruh mereka.
Menurut pendapat ulama, Islam tidak hanya terdiri dari urusan ibadah belaka, tetapi juga mencakup lembaga-lembaga dan sistem; karena itu pemerintahan harus dijalankan oleh penduduk sendiri. Negara juga harus memiliki kejelasan wilayah kekuasaannya. Dengan demikian, agresi penjajah pemerintah Belanda telah melanggar sistem-sistem yang mana diyakini bagian dari ajaran Islam.
Asisten guru dipilih dari murid, mereka bekerja secara sukarela tanpa bayaran. Mengajar kawan sebaya mereka adalah salah satu proses yang dilalui ketika belajar di dayah, dan kegiatan ini dipandang sebagai ibadah. Keadaan inilah yang menjadikan agak mudah bagi masyarakat untuk memperoleh kesempatan belajar.
Sebagai agen pembangunan, lulusan dayah nampaknya memainkan peran intelektual yang telah membawa ide-ide segar kepada masyarakat. Dengan Islam, mereka membentuk tali persaudaraan di kalangan masyarakat Aceh, yang berlandaskan pada konsep persamaan manusia dalam agama, yang dalam masyarakat mereka menemukan adanya pikiran memandang rendah satu sama lain.
Setiap kali kita mendengar nama Drajat, ada berapakah bayangan yang terlintas di benak kita? Pertama, Drajat kita persepsikan sebagai sebuah tingkatan, pangkat, kedudukan, martabat, dan kedudukan manusia sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Sudah terlalu sering dijawab oleh banyak orang tentang apakah Islam Nusantara itu anti Arab atau tidak. Tapi karena masih ada yang bertanya, barangkali dengan artikel ini bisa terjawab.
Kedua kitab ini ditulis dalam bahasa Melayu agar mudah dipahami, khususnya bagi murid yang tidak bisa membaca bahasa Arab dengan lancar, tetapi mengerti sampai tingkatan tertentu saja.
Sebagaimana telah dijelaskan, sejak pertama kali Islam datang ke Aceh, bahwa tidak terdapat lembaga pendidikan lain kecuali dayah. Lembaga ini telah menghasilkan beberapa sarjana terkenal dan pengarang yang produktif. Pada abad ke-17, ketika masa kejayaan Kerajaan Islam Aceh,
Karena itu, setelah belajar beberapa tahun secara bertahap, ia akan terjun ke dunia kehidupan atau bekerja sebagai guru di meunasah. Kebanyakan dari mereka mungkin menjadi da‟i atau imam-imam di masjid-masjid. Sedikit dari mereka yang melanjutkan hingga diakui sebagai ulama dayah.