Pondok ini didirikan pada zaman belanda oleh kakek buyut saya KH. Muhammad Toha(alm), tepatnya pada 1917.
Simbah Kyai Abu Sujak adalah seorang Kyai Sepuh yang memiliki nama kecil Zaenal Abidin. Karena kepandaian dan keberanian sewaktu menuntut ilmu di Gading Tuntang Salatiga, nama dewasa beliau diganti menjadi Abu Syuja oleh guru agama beliau.
Visi Membentuk kepribadian santri yang memiliki kecerdasan spiritual, pikiran, emosi dan sosial yang seimbang berdasarkan keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian dan ukhuwah islamiyah sebagai bekal hidup yang damai dan menjunjung tinggi NKRI.
Pondok Pesantren ini memiliki staf pengajar atau guru yang kompeten pada bidang pelajarannya masing-masing, sehingga berkualitas dan menjadi salah satu pesantren terbaik di Kabupaten Aceh Selatan.
KH. Muhammad Zuhri bin KH. Amin atau lebih dikenal dengan sebutan KH. Emed, lahir di kampung Cigodeg Desa. Tambiluk Kec. Petir Kabupaten Serang pada tahun 1898.
Syaikh Mohammad Khalil Al-Khatib muda menghafal Al-Qur'an semenjak kecil lagi dan berjaya menyelesaikan hafalannya ketika berusia 10 tahun. Setelah itu beliau mula menghafal sebagian besar matan-matan ilmu sebelum melanjutkan pelajaran di Maahad Suhaj Al Dini.
"Bahwa budaya menghidupkan Malam Nishfu Sya'ban itu telah dilakukan oleh salah seorang ulama dari kalangan tabi’in yang ahli ibadah, yakni Imam Abu Abdillah Khalid bin Ma’dan bin Abi Karb Al-Kila’iy."
Selama hidupnya, KH. Maksum juga aktif di pergerakan sosial, politik, maupun pendidikan. Pada tahun 1940, beliau ditunjuk oleh warga Nahdliyin sebagai wakil Syuriah NU, Jombang, antara Tahun 1946-1948, beliau aktif sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di Jombang.
Sejak kecil, KH. Dr. Ahsin Sakho Muhammad., M.A telah menunjukkan bakatnya dalam ilmu-ilmu Al-Qur'an. Ketika masih duduk di kelas IV SD dan belum lagi dikhitan, beliau telah hafal tiga juz Al-Qur'an, yakni juz 28, 29, dan 30.
Jadi, dari sini bisa dipahami tentang diperbolehkannya wanita untuk berziarah kubur. Metode dalil yang disampaikan oleh para ulama menyatakan bahwa seandainya ziarah kubur bagi wanita dilarang, maka mestinya Nabi SAW melarang wanita yang dimaksud di dalam Hadis untuk ziarah kubur.