KH. Muhammad Wahib Wahab atau yang kerap disapa dengan panggilan Gus Wahib lahir pada 1 November 1918. Gus Wahib merupakan putra pertama salah satu pendiri NU KH. Abdul Wahab Chasbullah dengan Nyai Hj. Maimunah, putri KH. Musa yang berasal dari Surabaya.
Rasa perlawanan orang Aceh terhadap Belanda memang bukan hanya karena persoalan membenci penjajah, tetapi juga orang Belanda dianggap sebagai kafir, yang darahnya dihalalkan.
Islam mengajarkan hal-hal baik yang tentu semuanya bermanfaat pemeluknya. Segala perkara yang merusak itu diharamkan atau dilarang. Bahkan, haram tersebut tidak hanya karena merusak atau merugikan bagi orang lain, tetapi juga dilarang membahayakan dirinya sendiri.
KH. Arif Hasan, Pendiri Pesantren Roudlatun Nasyiin Mojokerto
Beliau pernah nyantri ke beberapa pondok pesantren. Pondok Pesantren Sanan Gondang Gandusari Blitar. Pondok Pesantren Jeru Malang, Pondok Pesantren Genuk Watu dan Pondok Pesantren Lasem Jawa Tengah. Juga pernah mengaji kitab Adzkar Nawawi di kapal laut, Mranggen Sidoresmo.
Di dalam kitab Al-Qalyubi karya Ahmad Shihabuddin bin Salamah terdapat satu kisah yang sangat menarik, tentang seorang raja zalim, tetapi ternyata doa yang dipanjatkan kepada Allah SWT dikabulkan.
Beliau memimpin pesantren kurang lebih dari tahun 1989 hingga 2014. Di dalam masa kepemimpinannya tersebut, KH. Zainal Abidin Munawwir dan para pengasuh Krapyak yang lain berhasil mengembangkan lembaga pendidikan, seperti Madrasah Huffaz I dan II, Madrasah Salafiyah I-IV, perguruan tinggi ilmu salaf Al-Ma’had Al-Aly,
Wahsyi bin Harb adalah seorang budak asal Habasyah (Ethiopia) yang dimiliki oleh Hindun binti Utbah, seorang istri dari pembesar Quraisy, yaitu Abu Sufyan. Ia dikenal dalam sejarah Islam karena perannnya dalam Perang Uhud. Tindakannnya dalam perang ini, di mana ia membunuh paman Rasulullah SAW, Hamzah bin Abdul Muthalib, menjadi salah satu momen kesalahan terbesar dalam hidupnya.
Pada 1325 H atau 1907 M, Percetakan Al-Karimi Mumbai India menerbitkan kitab terjemah Jawa Minhaj al-Atqiya karya Haji Muhammad Sholih bin Umar Samarani atau yang akrab dikenal dengan Kyai Sholeh Darat (1820-1804). Pada halaman 216-219 dijumpai penjelasan Kyai Sholeh Darat tentang “tombo ati” atau obatnya hati.
Syaikh Ahmad Thayyib menekankan bahwa tindakan membongkar aib seseorang, khususnya dalam konteks hubungan terlarang, bukan hanya melanggar adab dalam bermuamalah tetapi juga dapat membawa berbagai dampak buruk, baik bagi yang membuka aib tersebut maupun bagi orang yang terkena dampaknya.