KH. Ahmad Makhdum Zein, beliau lahir di Kaliwungu, Kendal bertepatan pada hari selasa 17 Sya’ban 1347 Hijriah atau 29 Januari 1929. Beliau berasal dari keluarga terkemuka di daerahnya. Kedua orang tua beliau adalah guru ngaji dan dibesarkan dilingkup pesantren.
KH. Abdul Aziz Munif beliau adalah ulama kharismatik dari Sidoarjo dan pengasuh pesantren Bahrul Hidayah Sidoarjo.
Maka dari itu, tasawuf kami adalah tasawuf yang berlandaskan Al-Qur'an dan Sunnah. Makrifat kami adalah makrifat yang diajarkan oleh Al-Qur'an dan Sunnah. "Lelaku" spitual kami adalah lelaku yang berdasarkan ajaran Rasulullah SAW.
Meniti "laku suluk" bukanlah meninggalkan tugas kehambaan yang lain seperti mencari nafkah untuk keluarga, mendidik dan mengasuh anak. Memahami makrifat bukan berarti menjadi pemalas dan anti syariat. Tapi, justru terpancar ketakwaannya kepada Allah secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Agama itu memberi ketenangan dan kedamaian seperti layaknya harmonisasi gesekan biola. Begitu konon KH. Achmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, berpesan kepada para santrinya, sambil kemudian beliau menggesek biolanya, membunyikan nada.
Masa anak-anak Nyai Rara Santang dihabiskan di Istana Galuh Kawali, akan tetapi setelah ayahnya diangkat menjadi Raja seluruh tanah Sunda, beliau kemudian hijrah ke Istana baru Kerajaan Pajajaran di Pakwan. Istana baru tersebut dikenal dalam sejarah dengan nama Istana Sang Bhima Narayan.
KH. Muhammad Yusuf dilahirkan di Kampung Cipangkurang, Desa Sumurbandung, Kecamatan Cikukur, Kabupaten Lebak, pada tanggal 2 Juni 1920. Beliau putra kedua dari lima bersaudara, yaitu Sudjai (aim), Muhammad Yusuf, Suhaeni, Suhenda, K.H. Roiyah, dan K.H.M. Samsuri (di Lampung). Ayahnya bernama KH. Mukri dan ibunya Hj. Siti Saodah.
Manusia adalah makhluk wujud yang dulu tidak ada, dan sekarang ada. Dan perlu ditekankan dalam memahami hal itu bahwa penyebab suatu keadaan terjadi bukanlah karena manusia, melainkan sebab-sebab terjadinya suatu kejadian di muka bumi ialah karena Allah.
Segala hal yang mengantarkan kita pada sebab kebaikan tetap dijalani, tanpa menafikan doa yang menegaskan kita tetap bergantung kepada Allah SWT.
KH. Istad Djanawi beliau adalah ulama besar dari Mojokerto, selain itu beliau sangat dikenal oleh masyarakat Mojokerto karena kealimannya.Selain sebagai pendiri dan pengasuh pondok pesantren Miftahul Qulub, Mojokerto, KH. Istad Djanawi adalah seorang mursid Thariqah Naqsabandiyah Kholidiyah Mujaddadiyah.