Kita memang merupakan generasi yang jauh dari generasi ketika zaman Rasulullah SAW. Shalat kita pun berpotensi tidak sama dengan shalat yang dipraktikkan Rasulullah SAW.
Semua rezeki itu tidak lepas dari pemberian dari Allah subhanahu wa ta’ala yang senantiasa harus disyukuri.
Allah itu Maha Pengampun, Allah itu Maha Pengasih. Jadi, jangan malah terus larut hanya pada ingatan dosa saja.
Hal yang penting dan hakiki dalam kehidupan itupun kemudian dapat kita refleksikan ke dalam kehidupan kita sehari-hari.
Bagaimana cara kita agar bisa melupakan masa lalu yang dirasa sangat membahagiakan tetapi pada akhirnya berubah menjadi penderitaan karena kebahagiaan itu tidak lagi kita rasakan?
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berada di rumah bersama Siti Aisyah, kemudian pintu rumah Rasulullah didatangi oleh seorang pengemis. Rasulullah pun merasa bingung, apa yang akan diberikan kepada pengemis itu sementara Rasulullah sudah tidak memiliki apa-apa.
Hal ini juga berlaku bagi kata-kata yang diucapkan orang dengan mengutip ayat Al-Qur’an yang berbahasa Arab. Seringkali orang mengutip kata dan kalimat dalam Al-Qur’an yang hanya berdasarkan pada pengertian pada terjemahan bahasa Indonesianya.
Serahkan saja kepada santri-santri yang sudah mendedikasikan hidupnya untuk belajar dan memahami Islam secara mendalam dan menyeluruh. Karena belajar Islam itu berat, maka itulah biar santri saja.
Sebenarnya, kita hidup bukan buat untuk beribadah, tetapi kita beribadah supaya kita bisa sukses dalam pembangunan dunia ini.
KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha, dalam salah satu ceramahnya menyampaikan bahwa, status lamanya di surga semuanya bukan karena ibadah kita.