Secara bijak dapat dikemukakan bahwa bukanlah absensi kematian kita yang kita tunggu, bukan di wilayah mana kita menemui ajal, tetapi bekal apa yang harus kita siapkan di kala kematian menghampiri kita.
Meniti "laku suluk" bukanlah meninggalkan tugas kehambaan yang lain seperti mencari nafkah untuk keluarga, mendidik dan mengasuh anak. Memahami makrifat bukan berarti menjadi pemalas dan anti syariat. Tapi, justru terpancar ketakwaannya kepada Allah secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Mencintai dan membenci adalah hal yang lumrah dan wajar ada di dalam diri setiap orang. Semuanya berpotensi mengalami dua hal tersebut. Tetapi bagaimana kemudian mengelola kedua hal itu agar tetap seimbang, tidak boleh diabaikan.
Dengan memuliakan guru dan ulama, seorang ayah tidak hanya menanamkan kebijaksanaan bagi anak-anaknya, tetapi juga membuka jalan bagi mereka menuju keberhasilan dunia dan akhirat.
Dalam kitab Al-Fawaid Al-Mukhtaroh karya Habib Zein bin Ibrahim bin Smith, terdapat sebuah kisah yang menggugah hati dan penuh hikmah tentang seorang istri raja yang lama mendambakan keturunan namun tak kunjung mengandung.
Kisah tentang karomah Ummu Fatimah ini mengandung pelajaran mendalam tentang keimanan, ketawadhuan, dan kedekatan seorang hamba kepada Allah.
Ilmu adalah pelita kehidupan, penuntun langkah menuju keberkahan dunia dan akhirat. Namun, meraih ilmu bukanlah perkara instan; diperlukan kesungguhan dan usaha yang berkelanjutan.
Dalam Islam, konsep kepemimpinan dan ketaatan kepada penguasa memiliki aturan yang jelas. Salah satu pelajaran penting terkait hal ini dapat ditemukan dalam sikap bijak dan nasihat yang disampaikan oleh Imam Ahmad bin Hanbal ketika menghadapi permasalahan di masa pemerintahan Al-Watsiq.
Jika niat pemimpin terpusat pada kemaslahatan rakyat, maka kesejahteraan akan meluas. Tetapi jika niat itu berbalik pada keserakahan dan kezaliman, maka kehancuran akan mengikuti.
Dalam sejarah Islam, Umar bin Abdul Aziz merupakan salah satu sosok pemimpin yang dikenal karena keadilan, kesederhanaan, dan keteguhannya dalam memegang prinsip-prinsip agama. Bahkan ada yang menyebut beliau sebagai khalifah kelima yang masuk dalam kategori Al-Khulafa’ Ar-Rasyidun.