Guru mulia kita al-Habib Umar bin Hafidz memberikan ijazah kepada seluruh umat muslim untuk selalu berzikir kepada Allah, kapan pun dan di mana pun.
Ada satu kisah menarik berkaitan dengan keutamaan membaca shalawat. Kisah ini disampaikan oleh Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani dalam kitabnya Tanqih al-Qaul. Syekh Nawawi mengutip cerita ini dari sebagian kaum sufi.
Kisah tentang anjuran untuk selektif dalam mencari guru adalah ketika KH. Muhammad Ishomuddin Hadzik atau yang kerap disapa dengan panggilan Gus Ishom masih berusia 7 tahun atau tepatnya ketika beliau masih kelas 2 SD.
Foto (di atas) asli Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy'ari bersama putera pertamanya, Abdullah (dipangku) dan keponakannya ketika menuntun ilmu di Makkah.
Tahun 1989 sesaat setelah wafatnya Almarhum walmaghfurlah KH. Basyuni Masykur –ayah mantan Menteri Agama RI Syeikh Dr. Maftuch Basyuni dan mantan Dubes RI untuk Syria Muzammil Basyuni;
Al-Habib Umar bin Hafidz menceritakan berkaitan mata kebencian itu:
Dalam perjalanan hidupnya, Al Habib Abdullah bin Mukhsin Alatas atau yang kerap disapa dengan panggilan Habib Empang Bogor pernah dimasukkan kedalam penjara oleh pemerintah Belanda pada masa itu dengan alasan yang tidak jelas (difitnah).
Ijazah dari Al-Maghfurlah Al-Ustadz Al-Mu'allim Dimyathi Ardhini Rahimahullahu Ta'ala (salah satu santri murid kesayangan yang mulia radhiyallahu anhu);
Kisah ini menceritakan betapa seorang pendosa yang menghabiskan hidupnya untuk bermaksiat selama 200 tahun, bisa diampuni oleh Allah SWT. Berikut kisahnya.
Suatu ketika As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki Al-Hasani berkata; "Dulu ada seorang tua di Turki yang hobinya membaca Al Qur'an, dari masa muda memang dia senang membaca Qur'an sampai di masa tuanya.