“Jagalah diri kalian dari neraka, sekalipun hanya dengan sebiji kurma. Kalaulah tidak bisa, lakukanlah dengan ucapan yang baik.” (HR. Bukhari)
Sebelum kehadiran Islam, perempuan di kalangan masyarakat Arab Jahiliyyah sangat dipandang rendah. Mereka dianggap seperti sebuah barang. Mereka tidak mendapat jatah harta warisan dan tidak memiliki hak untuk mewariskan harta.
Kesholehan individu, seperti rajin shalat, rajin membaca Al-Qur'an, puasa, haji dan sebagainya selalu menuntut lahirnya kesholehan atau kebaikan sosial. Misalnya, tentang shalat, Al-Qur'an menyatakan shalat itu dimaksudkan agar manusia tidak melakukan perbuatan jahat dan munkar (tak disukai orang).
Menzalimi atau berbuat aniaya kepada sesama manusia merupakan perbuatan yang dibenci oleh Allah SWT. Perbuatan tersebut perlu dihindari, karena memang dilarang oleh Allah SWT.
Akibat pendekatan yang terlalu formalistik, maka sering kali kita temui orang yang rajin shalat tapi pembohong kelas berat; atau rajin pergi ke tanah suci tapi korupsi jalan terus; atau mereka yang bersorban dan bergamis tapi sibuk mencari perempuan ke cianjur, dan paradoks lainnya.
Berbeda dengan amal yang lain, karena sangat istimewanya shalawat, maka bagaimanapun niat ketika membacanya, tetap akan sampai kepada Nabi SAW dan dihitung sebagai pahala.
Buang sampah sembarangan, seperti meletakkan sampah di jalan atau saluran air, dapat mengganggu orang lain, bahkan menyebabkan kecelakaan atau banjir. Karenanya, tindakan ini bertentangan dengan prinsip dasar Islam untuk tidak membahayakan sesama.
Memang memuliakan tamu adalah bagian dari iman, tetapi Islam juga memberikan panduan untuk menjaga keseimbangan dalam menjalankan hak dan kewajiban. Tuan rumah berhak menjaga kehidupannya, sementara tamu juga harus menghormati waktu dan keadaan tuan rumah.
Ibadah shalat memiliki pemaknaan yang mendalam, lebih dari sekedar ritual yang dilakukan dengan baik dan benar. Hal ini membawa pemahaman mendalam bahwa sebenarnya ibadah shalat mengandung nilai, misi dan keluaran (outcome).
Sebagian ulama berpendapat, bahwa seseorang yang melaksanakan shalat tetapi tidak khusyuk, maka shalatnya tetap bisa dianggap sah tapi tidak berpahala. Sebagian ulama lainnya menjelaskan, bahwa khusyuk adalah termasuk syarat sahnya shalat, maka tidak sah shalatnya seseorang yang tidak khusyuk.