Memagari Kuburan dengan Tembok dalam Tanah Milik Sendiri

 
Memagari Kuburan dengan Tembok dalam Tanah Milik Sendiri

Memagari Kuburan dengan Tembok dalam Tanah Milik Sendiri

Pertanyaan :

Bagaimana hukumnya membangun kuburan dan mengelilinginya (memagarinya) dengan tembok pada tanah kuburan milik sendiri?

Jawaban :

Membangun kuburan dan memagari dengan tembok di tanah kuburan milik sendiri dengan tidak ada suatu kepentingan, hukumnya makruh.

Keterangan, dalam kitab:

  • Fath al-Mu’in[1]

(وَكُرِهَ بِنَاءٌ لَهُ)أَيْ لِلْقَبْرِ (أَوْ عَلَيْهِ) لِصِحَّةِ النَّهْيِ عَنْهُ بِلاَ حَاجَةٍ كَخَوْفِ نَبْشٍ أَوْ حَفْرِ سَبُعٍ أَوْ هَدْمِ سَيْلٍ وَمَحَلُّ كَرَاهَةِ الْبِنَاءِ إِذَا كَانَ يَمْلِكُهُ فَإِنْ كَانَ بِنَاءُ نَفْسِ الْقَبْرِ بِغَيْرِ حَاجَةٍ مِمَّا مَرَّ أَوْ نَحْوِ قُبَاءٍ عَلَيْهِ بِمُسَبَّلَةٍ إِلَى أَنْ قَالَ أَوْ مَوْقُوْفَةٍ حَرُمَ وَهُدِّمَ وُجُوْبًا لِأَنَّهُ يَتَأَبَّدُ بَعْدَ انْمِحَاقِ الْمَيِّتِ. وَقَالَ الْبُجَيْرِمِيُّ وَاسْتَثْنَى بَعْضُهُمْ قُبُوْرَ اْلأَنْبِيَآءِ وَالشُّهَدَآءِ وَالصَّالِحِيْنَ وَغَيْرِهِمْ.

Makruh hukumnya membangun suatu bangunan di atas kuburan, karena adanya hadis sahih yang melarangnya, jika tanpa ada keperluan seperti kekhawatiran akan digali dan dibongkar oleh binatang buas, atau diterjang banjir. Kemakruhan tersebut jika kuburan itu berada di tanah miliknya sendiri. Sedangkan membangun kuburan tanpa satu keperluan sebagaimana yang telah dijelaskan, atau memberi kubah di atas kuburan yang terletak di pemakaman umum, atau di tanah wakaf, maka hukumnya haram dan harus dihancurkan, karena bangunan tersebut akan masih ada setelah jenazahnya hancur mengabadikan jenazah setelah kehancurannya.

Menurut Imam al-Bujairimi: “sebagian ulama mengecualikan keberadaan bangunan kuburan pada kuburan para Nabi, para syuhada, orang-orang saleh dan lainnya.”

[1] Zainuddin al-Malibari, Fath al-Mu’in dalam al-Bakri Muhammad Syatha al-Dimyathi, I’anah al-Thalibin (Singapura: Maktabah Sulaiman Mar’i , t .th). Jilid II, h. 120.

Sumber: Ahkamul Fuqaha no. 14

KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-1

Di Surabaya Pada Tanggal 13 Rabiuts Tsani 1345 H. / 21 Oktober 1926 M.