Pengertian “Lahwi” dan “Laghwi” (Permainan dan Senda Gurau)

 
Pengertian “Lahwi” dan “Laghwi” (Permainan dan Senda Gurau)

Pengertian Lahwi dan Laghwi

Pertanyaan :

Apakah yang diartikan Lahwu dan Laghwu, dan bagaimana hukumnya orang yang mengerjakan?

Jawaban :

“Lahwu” dan “Laghwu” ialah: Segala hal yang tidak memberi faedah pada orang yang mengerjakannya baik di dunia maupun di akhirat, dan tidak ada halangan apa-apa bila dikerjakan, asalkan hal tersebut tidak dilarang oleh agama dan tidak menyebabkan lupa kepada Tuhan, apabila demikian maka hukumnya haram. Keterangan, dalam kitab:

  • Hasyiyah al-Shawi ala al-Jalalain[1]

Sebelum surat Fath tentang tafsir firman Tuhan yang artinya: Bahwasanya kehidupan duniawi itu hanyalah laibu dan lahwu.

اللَّعِبُ مَا يُشْغِلُ اْلإِنْسَانَ وَلَيْسَ فِيْهِ مَنْفَعَةٌ فِي الْحَالِ وَالْمَالِ وَاللَّغْوُ مَا يُشْغِلُ اْلإِنْسَانَ عَنْ مُهِمَّاتِ نَفْسِهِ .

Yang disebut dengan al-la bu (permainan) adalah, apapun yang dapat menyibukkan seseorang tanpa ada manfaatnya sama sekali baik terhadap keadaan diri ataupun hartanya. Sedangkan yang disebut dengan al-laghwu (senda gurau) adalah apapun yang dapat menyibukkan seseorang sehingga melupakan kepentingan dirinya sendiri.

  1. Ihya’ Ulum al-Din[2]

اَلْغِنَاءُ لَهْوٌ مَكْرُوْهٌ يُشْبِهُ الْبَاطِلَ وَقُوْلُهُ لَهْوٌ صَحِيْحٌ وَلَكِنْ اللَّهْوُ مِنْ حَيْثُ أَنَّهُ لَهْوٌ لَيْسَ بِحَرَامٍ فَلَعْبُ الْحَبَشَةِ وَرَقْصُهُمْ لَهْوٌ وَقَدْ كَانَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْظُرُ إِلَيْهِ وَلاَ يَكْرَهُهُ بَلِ اللَّهْوُ وَاللَّغْوُ لاَ يُؤَاخِذُ اللهُ بِهِ. Nyanyian/tarik suara itu termasuk lahwu yang dimakruhkan, serupa dengan perbuatan batil namun tidak sampai haram. Permainan orang-orang Habsy dan tarian mereka termasuk lahwu, Rasulullah pernah menyaksikannya dan tidak membencinya. Hal ini berarti termasuk lahwu dan laghwu yang tidak dimurkai oleh Allah.

[1] Ahmad al-Shawi al-Maliki, Hasyiyah al-Shawi ‘ala al-Jalalain, (Mesir: Isa al-Halabi), Jilid IV, h. 79

[2] Hujjah al-Islam al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din, (Mesir: Isa al-Halabi, t.th.), Juz II, h. 281.

Sumber: Ahkamul Fuqaha no. 25

KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-1

Di Surabaya Pada Tanggal 13 Rabiuts Tsani 1345 H. / 21 Oktober 1926 M.