Penjelasan tentang Menghukum dengan Pekerjaan Berat atau dengan Denda Uang

 
Penjelasan tentang Menghukum dengan Pekerjaan Berat atau dengan Denda Uang

Menghukum dengan Pekerjaan Berat atau dengan Denda Uang

Pertanyaan :

Bolehkah bagi suatu organisasi pondok mengadakan peraturan yang menghukum dengan pekerjaan berat atau dengan denda berupa uang kepada yang melanggarnya?

Jawab :

Menghukum dengan pekerjaan berat itu boleh! Tetapi menghukum dengan denda, tidak boleh!

Keterangan, dalam kitab:

  1. Tanwir al-Qulub[1]

التَّعْزِيْرُ هُوَ التَّأْدِيْبُ بِنَحْوِ حَبْسٍ وَضَرْبٍ غَيْرِ مُبَرِّحٍ إِلَى أَنْ قَالَ: لاَ يَجُوْزُ التَّعْزِيْرُ بِحَلْقِ اللِّحْيَةِ وَلاَ بِأَخْذِ الْمَالِ.

Tazir (hukuman yang tidak ada aturannya dalam syara’) adalah hukuman bersifat mendidik seperti memenjara, dan memukul yang tidak sampai melukai. Tidak boleh melakukan tazir dengan mencukur jenggot ataupun memungut uang (denda).

  1. Pendapat Muktamar

وَاسْتَحْسَنَ الْمُؤْتَمَرُ لِمَنْ ابْتُلِيَ بِتَعْزِيْرِ أَخْذِ الْمَالِ تَقْلِيْدًا لِلإِمَامِ مَلِكٍ

Peserta muktamar menganjurkan kaum muslimin yang harus melaksanakan tazir dengan memungut uang, agar mengikuti pendapat Imam Malik (yang memperbolehkannya).

  1. Fatawa al-Kurdi[2]

وَأَمَّا أَخْذُ الْمَالِ فَلَمْ يُجِزْ أَحَدٌ مِنْ أَئِمَّتِنَا الشَّافِعِيَّةِ فِيْمَا عَلِمْتُ وَحِيْنَئِذٍ فَهُوَ مِنْ أَكْلِ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ. نَعَمْ رَأَيْتُ فِيْ بَعْضِ فَتَاوَي ابْنِ عَلاَّنَ نِسْبَةَ جَوَازِ أَخْذِ الْمَالِ تَعْزِيْرًا لِلإِمَامِ مَالِكَ رَحِمَهُ اللهُ قَالَ وَيَدُلُّ لَهُ تَخْرِيْبُ عُمَرَ دَارَ سَعْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ لَمَّا احْتَجَبَ مِنْ رِعَايَاهُ. وَتَحْرِيْقُهُ دُوَرَ بَاعَةِ الْخَمْرِ. قُلْتُ وَشَهِدَ لِجَوَازِ الْعُقُوْبَةِ بِالْمَالِ فِي الْجُمْلَةِ حَدِيْثُ النُّفَيْلِ وَهُوَ قَوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ وَجَدْتُمُوْهُ يُصِيْدُ فِيْ حَرَمِ الْمَدِيْنَةِ فَخُذُوْا سَلْبَهُ إِلَى آخِرِ مَا قَالَهُ الْمِيَارَةُ .

Memungut denda uang, maka sepanjang yang saya ketahui tidak satupun dari ulama pengikut Syafi’i yang memperbolehkannya. Dengan demikian maka memungut denda uang tersebut sama termasuk dengan mengambil harta orang lain secara batil. Memang (namun), saya pernah membaca denda pungutan dalam sebagian fatwa Ibn ‘Allan bahwa pendapat yang memperbolehkan pemungutan uang tersebut sesuai dengan pendapat Imam Malik.

Sebagai dasarnya adalah pengerusakan Khalifah Umar terhadap rumah Sa’ad, ketika ia lari bersembunyi dari pengawasannya dan juga pembakaran olehnya terhadap rumah-rumah penjual minuman keras. Dan sebagai dalil bagi kebolehan hukuman dengan memungut uang adalah hadis al-Nufail: Rasulullah bersabda: “Jika engkau menemukan orang yang berburu di dalam wilayah tanah suci Madinah, maka ambillah peralatannya. sampai akhir statemen Miyarah.”

[1] Muhammad Amin al-Kurdi, Tanwir al-Qulub, (Beirut: Dar al-Fikr, 1414 H/1994 M), h. 356.

[2] Muhammad Sulaiman al-Kurdi, Fatawa al-Kurdi, (Bogor: Maktabah Arafah, t. th.), h. 97.

 

Sumber: Ahkamul Fuqaha no. 36

KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-2

Di Surabaya Pada Tanggal 12 Rabiuts Tsani 1346 H./9 Oktober 1927 M.