Membangun Bangunan di Atas Tanah Kuburan yang Diwakafkan oleh Wali

 
Membangun Bangunan di Atas Tanah Kuburan yang Diwakafkan oleh Wali

Membangun Bangunan di Atas Tanah Kuburan yang Diwakafkan Oleh Wali

Pertanyaan :

Bagaimana hukumnya membangun sebuah bangunan di atas tanah kuburan yang diwakafkan oleh seorang wali pada zaman dahulu, dan luas tanah tersebut dapat diketahui dalam buku register pemerintah ?.

Jawab :

Tidak boleh! Kecuali bagi ahli waris wali tersebut.

Catatan:

Jadi, tanah kuburan tersebut dalam soal di atas, harus dianggap milik wali tersebut dan oleh karenanya menjadi milik ahli warisnya (pen).

Keterangan, dalam kitab:

  1. Fath al-Mu’in dan Ianah al-Thalibin[1]

فَلَوْ بَنَى بِنَاءً عَلَى هَيْئَةِ مَسْجِدٍ وَأَذِنَ فِيْ إِقَامَةِ الصَّلاَةِ فِيْهِ لَمْ يَخْرُجْ بِذَلِكَ عَنْ مِلْكِهِ كَمَا إِذَا جَعَلَ مَكَانًا عَلَى هَيْئَةِ الْمَقْبَرَةِ وَأَذِنَ فِي الدَّفْنِ. (قَوْلُهُ كَمَا إِذَا إلخ) الْكَافُ للتَّنْظِيْرِ أي وَهَذَا نَظِيْرٌ مَا لَوْ بَنَى عَلَى هَيْئَةِ مَقْبَرَةٍ وَأَذِنَ فِي الدَّفْنِ فَإِنَّهُ لاَ يَخْرُجُ عَنْ مِلْكِهِ.

Seandainya ada seseorang membangun bangunan seperti bentuk mesjid dan ia mengizinkan pelaksanaan shalat di dalamnya, yang demikian itu tidak mengeluarkannya dari kepemilikannya, sama seperti seandainya menjadikan suatu tempat dalam bentuk kuburan dan ia mengizinkan untuk dijadikan kuburan. Itu identik dengan seseorang yang menjadikan suatu tempat  berpola seperti kuburan, dan ia memberi izin untuk dijadikan tempat penguburan; itu tidak melepaskan hak kepemilikannya.

[1]   Zainuddin al-Malibari, Fath al-Mu’in dan al-Bakri Muhammad Syatha al-Dimyathi, I’anah al-Thalibin (Singapura: Maktabah Sulaiman Mar’i , t .th). Jilid III, h. 161.

Sumber: Ahkamul Fuqaha no. 56 KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-3 Di Surabaya Pada Tanggal 12 Rabiuts Tsani 1347 H./28 September 1928 M.