Hukum Wanita Keluar Rumah dengan Wajah, Kedua Tangan, dan Kakinya Kelihatan

 
Hukum Wanita Keluar Rumah dengan Wajah, Kedua Tangan, dan Kakinya Kelihatan

Laduni.ID, Jakarta - Dalam Islam, wanita diberikan petunjuk yang jelas terkait dengan cara berpakaian yang sesuai dengan ajaran agama. Salah satu aspek yang penting adalah tuntutan untuk menutupi bagian tubuh tertentu, termasuk wajah, kedua tangan, dan kaki. Hal ini didasarkan pada prinsip kesopanan dan perlindungan diri, serta menjaga kehormatan wanita.

Menurut ajaran Islam, wanita diminta untuk menjaga auratnya, yaitu bagian-bagian tubuh yang harus ditutupi dari pandangan yang tidak sah. Aurat wanita meliputi seluruh tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Namun demikian, beberapa ulama menyatakan bahwa menutupi wajah dan tangan adalah lebih baik untuk menjaga kesucian dan menjauhkan diri dari godaan.

Penafsiran terhadap tuntutan hijab ini bisa bervariasi di antara komunitas Muslim. Beberapa menganggap bahwa menutup wajah dan tangan adalah wajib, sementara yang lain menganggapnya sebagai sunnah atau anjuran yang dianjurkan. Namun, prinsip utamanya adalah menjaga kesucian dan menghindari godaan yang dapat merusak moral dan spiritualitas wanita Muslim. Oleh karena itu, setiap wanita Muslim dianjurkan untuk mengambil langkah-langkah yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya mereka.

Lalu bagaimana hukumnya Wanita Keluar Rumah dengan Wajah, Kedua Tangan, dan Kakinya Kelihatan

Hukumnya wanita keluar yang demikian itu haram, menurut pendapat yang mu’tamad. Menurut pendapat lain boleh wanita keluar untuk jual beli dengan terbuka muka dan kedua telapak tangannya, dan menurut mazhab Hanafi, demikian itu boleh, bahkan dengan terbuka kakinya, apabila tidak ada fitnah.

Keterangan, dari kitab: Maraq al-Falah[1]

(وَجَمِيْعُ بَدَنِ الْحُرَّةِ عَوْرَةٌ إِلاَّ وَجْهَهَا وَكَفَّيْهَا) بَاطِنَهُمَا وَظَاهِرَهُمَا فِي اْلأَصَحِّ وَهُوَ الْمُخْتَارُ. وَذِرَاعُ الْحُرَّةِ عَوْرَةٌ فِيْ ظَاهِرِ الرِّوَايَةِ وَهُوَ اْلأَصَحُّ. وَعَنْ أَبِيْ حَنِيْفَةَ لَيْسَ بِعَوْرَةٍ (وَ) إِلاَّ (قَدَمَيْهَا) فِيْ أَصَحِّ الرِّوَايَتَيْنِ بَاطِنِهِمَا وَظَاهِرِهِمَا لِعُمُوْمِ الضَّرُوْرَةِ لَيْسَا مِنَ الْعَوْرَةِ فَشَعْرُ الْحُرَّةِ حَتَّى الْمُسْتَرْسِلِ عَوْرَةٌ فِي اْلأَصَحِّ وَعَلَيْهِ الْفَتَوَي.

Menurut pendapat yang paling sahih dan terpilih, seluruh anggota badan wanita merdeka itu aurat kecuali wajahnya dan kedua telapak tangannya, baik bagian dalam ataupun luarnya. Demikian pula lengannya termasuk aurat. Berbeda dengan pendapat Abu Hanifah yang tidak menganggap lengan tersebut sebagai aurat. Menurut salah satu riwayat yang sahih, kedua telapak kaki wanita itu tidak termasuk aurat baik bagian dalam atau luarnya. Sedangkan rambutnya sampai bagian yang menjurai sekalipun termasuk aurat, menurut qaul al-ashshah dan demikian yang harus fatwakan.

Hasyiyah al-Bajuri[2]

(قَوْلُهُ إِلَى أَجْنَبِيَّةٍ) أَيْ إِلَى شَيْءٍ مِنِ امْرَأَةٍ أَجْنَبِيَّةٍ أَيْ غَيْرِ مَحْرَمَةٍ وَلَوْ أَمَةً وَشَمِلَ ذَلِكَ وَجْهَهَا وَكَفَّيْهَا فَيَحْرُمُ النَّظَرُ إِلَيْهِمَا وَلَوْ مِنْ غَيْرِ شَهْوَةٍ أَوْ خَوْفِ فِتْنَةٍ عَلَى الصَّحِيْحِ كَمَا فِي الْمِنْهَاجِ وَغَيْرِهِ إِلَى أَنْ قَالَ وَقِيْلَ لاَ يَحْرُمُ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: وَلاَ يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَهُوَ مُفَسَّرٌ بِالْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ وَالْمُعْتَمَدُ اْلأَوَّلُ. وَلاَ بَأْسَ بِتَقْلِيْدِ الثَّانِي لاَ سِيَّمَا فِيْ هَذَا الزَّمَانِ الَّذِيْ كَثُرَ فِيْهِ خُرُوْجُ النِّسَاءِ فِي الطُّرُقِ وَاْلأَسْوَاقِ وَشَمِلَ ذَلِكَ أَيْضًا شَعْرَهَا وَظَفْرَهَا.

(Ungkapan Ibn Qasim al-Ghazi: “-Lelaki melihat- wanita lain.” Maksudnya ke bagian tubuh wanita lain, yaitu wanita yang bukan mahramnya walaupun budak. Ungkapan tersebut mencakup wajah dan kedua telapak tangannya. Maka haram melihat keduanya walaupun tanpa syahwat atau  khawatir timbulnya fitnah, menurut pendapat al-sahih seperti yang tertera dalam kitab al-Minhaj dan lainnya.

Pendapat lain menyatakan tidak haram, sesuai firman Allah (al-Nur: 31): “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” yang ditafsirkan dengan wajah dan kedua telapak tangan. Pendapat pertama (haram) adalah pendapat yang mu’tamad, dan tidak apa-apa (boleh) mengikuti pendapat kedua (tidak haram). Terutama pada masa sekarang ini di mana banyak wanita keluar di jalan-jalan dan pasar-pasar. Keharaman tadi juga mencakup rambut dan kukunya.[]


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 30 Juni 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.
__________________
Editor: Kholaf Al Muntadar

Sumber:

[1] Hasan al-Syaranbilali al-Hanafi, Maraq al-Falah Syarah Nur al-Idhah, (Mesir: Musthafa al-Halabi, 1366 H/1947), h. 45.
[2] Ibrahim al-Bajuri, Hasyiyah al-Bajuri, (Singapura: Sulaiman Mar’i, t. th.), Jilid II, h. 97.