Hukum Shalat Jumat di Masjid yang Dibangun di Luar Batas Desa

 
Hukum Shalat Jumat di Masjid yang Dibangun di Luar Batas Desa
Sumber Gambar: Foto semtiyar / Pixabay(ilustrasi foto)

Laduni.ID, Jakarta - Salah satu syarat sah pelaksanaan shalat Jum'at adalah harus dilaksanakan di daerah yang menjadi pemukiman warga yang sekiranya tidak diperbolehkan melakukan rukhsah shalat jama’ qashar di dalamnya bagi musafir. Tempat pelaksanaan shalat Jum'at tidak disyaratkan berupa bangunan atau masjid, melainkan boleh dilaksanakan di tanah lapang dengan catatn masih dalam batas wilayah pemukiman warga. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Al-Washit sebagai berikut:

وَلَا يُشْتَرَطُ أَنْ يُعْقَدَ الْجُمُعَةُ فِي رُكْنٍ أَوْ مَسْجِدٍ بَلْ يَجُوْزُ فِي الصَّحْرَاءِ إِذَا كاَنَ مَعْدُوْداً مِنْ خِطَّةِ الْبَلَدِ فَإِنْ بَعُدَ عَنِ الْبَلَدِ بِحَيْثُ يَتَرَخَّصُ الْمُسَافِرُ إِذَا انْتَهَى إِلَيْهِ لَمْ تَنْعَقِدْ اَلْجُمُعَةُفِيْهَا

"Jum'at tidak disyaratkan dilakukan di surau atau masjid, bahkan boleh di tanah lapang apabila masih tergolong bagian daerah pemukiman warga. Bila jauh dari daerah pemukiman warga, sekira musafir dapat mengambil rukhshah di tempat tersebut, maka Jumat tidak sah dilaksanakan di tempat tersebut"

Bagaimana hukumnya jika shalat Jum'at dilaksanakan di masjid yang terletak di luar batas desa atau pemukiman warga dengan alasan pendirian masjid di luar batas desa karena suatu hal seperti agar berdekatan dengan mata air atau lain sebagainya.

Jika letak masjid yang didirikan tersebut secara teritorial masih masuk ke dalam wilayah desa bersangkutan, maka shalat Jum'atnya dihukumi sah. Namun jika masjid tidak termasuk dalam wilayah teritorial desa bersangkutan, maka hukum shalat Jum'atnya tidak sah.

Baca Juga: Perkara yang Membolehkan Mengadakan Shalat Jum’at di Beberapa Tempat

Jawaban di atas adalah keputusan yang disampaikan dalam Muktamar NU Ke-8 di Jakarta Pada Tanggal 12 Muharram 1352 H/7 Mei 1933 M. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

"Betul boleh dan sah mendirikan Jum’at di mesjid tersebut asal tempat mesjid itu masih termasuk desa itu, yakni belum diperbolehkan shalat qashar di tempat itu, bagi orang yang bepergian (musafir). Apabila tidak termasuk desa itu, maka tidak sah mendirikan Jum’at"

Jawaban di atas berlandaskan dari keterangan kitab sebagai berikut:

1. Kitab Fathul Mu’in dan I’anatuth Thalibin

وَلَوْ بِفَضَاءَ مَعْدُوْدٍ مِنْهَا بِأَنْ كَانَ فِيْ مَحَلٍّ لاَ تُقْصَرُ فِيْهِ الصَّلاَةُ وَإِنْ لَمْ يَتَّصِلْ بِاْلأَبْنِيَةِ بِخِلاَفِ مَحَلٍّ غَيْرِ مَعْدُوْدٍ مِنْهَا وَهُوَ مَا يُجَوِّزُ السَّفَرُ الْقَصْرَ مِنْهُ

قَالَ اْلأَذْرَعِيّ وَأَكْثَرُ أَهْلِ الْقُرَى يُؤَخِّرُوْنَ الْمَسْجِدَ عَنْ جِدَارِ الْقَرْيَةِ قَلِيْلاً صِيَانَةً لَهُ عَنْ نَجَاسَةِ الْبَهَائِمِ. وَعَدَمُ انْعِقَادِ الْجُمْعَةِ فِيْهِ بَعِيْدٌ. إهـ

"Walaupun di tanah lapang yang masih terhitung bagian daerah tersebut, seperti di tempat yang belum boleh mengqashar shalat, meski tidak sambung dengan bangunan pemukiman. Berbeda dengan tempat yang tidak terhitung sebagai bagian daerah tersebut, yaitu tempat yang bepergian bisa menjadi sebab bolehnya shalat qashar dari tempat tersebut"
"Menurut Imam Al-Adzra’i, kebanyakan penduduk desa meletakkan mesjid sedikit di belakang tembok (batas) desa demi menjaga terkena najis binatang. Dan ketidakabsahan shalat Jum’at di tempat itu adalah kesimpulan sangat jauh dari kebenaran"

Baca Juga: Apakah Shalat Jum'at dapat Menggantikan Shalat Dzuhur bagi Wanita?

2. Kitab Asnal Mathalib

وَقَوْلُ أَبِي الطَّيِّبِ قَالَ أَصْحَابُنَا لَوْ بَنَى أَهْلُ الْبَلْدَةِ مَسْجِدَهُمْ خَارِجَهَا لَمْ تَجُزْ إِقَامَةُ الْجُمْعَةِ فِيْهِ لاِنْفِصَالِهِ عَنِ الْبُنْيَانِ مَحْمُوْلٌ عَلَى انْفِصَالٍ لاَ يُعَدُّ بِهِ مِنَ الْقَرْيَةِ

"Perkataan Abu Thayyib: Ashhab kita (Syafi’iyah) berpendapat: Bila penduduk suatu daerah membangun mesjid mereka di luar daerahnya, maka tidak boleh mendirikan shalat Jum’at di mesjid itu karena terpisah dari bangunan-bangunan pemukiman. itu diarahkan pada kasus mesjid terpisah yang tidak terhitung dari bagian desa"

Wallahu A'lam

Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada tanggal 09 Juni 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan.


Referensi:
1. Kitab Al-Washit karya Imam Al-Ghazali
2. Kitab Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam No. 142