Hukum Memindah Alat-alat Mesjid

 
Hukum Memindah Alat-alat Mesjid

Memindah Bagian dari Mesjid

Pertanyaan :

Apakah hukumnya memindah alat-alat mesjid, seperti atapnya ke atap kamar mandinya?. Dan bolehkah mengambil alat-alat mesjid yang telah rusak?.

Jawab :

Tidak boleh mengambil alat-alat mesjid dipergunakan untuk lain-lainnya, kecuali diperuntukkan mesjid, dan tidak boleh dijual atau diberikan orang lain, tetapi kalau sudah rusak dan tidak dapat dipakai, maka menjadi hak milik mesjid.

Keterangan, dari kitab:

  1. I’anah al-Thalibin [1]

(وَلاَ يُبَاعُ مَوْقُوْفٌ وَإِنْ خَرُبَ) إِلَى أَنْ قَالَ وَإِنْ تَعَذَّرَ اْلإِنْتِفَاعُ بِهِ إِلاَّ بِاْلإِسْتِهْلاَكِ كَأَنْ صَارَ لاَ يُنْتَفَعُ بِهِ إِلاَّ بِاْلإِحْرَاقِ انْقَطَعَ الْوَقْفُ أَيْ وَيَمْلِكُهُ الْمَوْقُوْفُ عَلَيْهِ حِيْنَئِذٍ عَلَى الْمُعْتَمَدِ. (قَوْلُهُ وَلَا يُبَاعُ مَوْقُوفٌ) أَيْ وَلاَ يُوْهَبُ لِلْخَبَرِ الْمَارِّ أَوَّلَ الْبَابِ وَكَمَا يَمْتَنِعُ بَيْعُهُ وَهِبَّتُهُ يَمْتَنِعُ تَغْيِيْرُ هَيْئَتِهِ كَجَعْلِ الْبُسْتَانِ دَارًا

Tidak boleh menjual barang yang telah diwakafkan walaupun sudah rusak. … Bila sulit untuk dimanfaatkan, kecuali dengan menghancurkannya, seperti tidak akan termanfaatkan kecuali harus dibakar, maka terputuslah wakafnya, maksudnya dan mauquf ‘alaih (pihak yang diwakafi) dalam kondisi semacam ini bisa memilikinya sesuai dengan pendapat mu’tamad. (Ungkapan Syaikh Zainuddin al-Malibari: “Tidak boleh menjual barang yang telah diwakafkan.”) yakni dan tidak boleh diberikan, berdasar hadits yang telah lalu di awal bab. Dan seperti dilarang menjual dan menghibahkannya, dilarang mengubah keadaannya, seperti mengubah kebun menjadi rumah.

  1. Fath al-Mu’in [2]

وَسُئِلَ شَيْخُنَا عَمَّا إِذَا عُمِّرَ مَسْجِدٌ بِآلآتٍ جُدُدٍ وَبَقِيَتْ آلاَتُهُ الْقَدِيْمَةُ فَهَلْ يَجُوْزُ عِمَارَةُ مَسْجِدٍ آخَرَ قَدِيْمٍ بِهَا أَوْ تُبَاعُ وَيُحْفَظُ ثَمَنُهَا فَأَجَابَ بِأَنَّهُ يَجُوْزُ عِمَارَةُ مَسْجِدٍ قَدِيْمٍ وَحَادِثٍ بِهَا حَيْثُ قُطِّعَ بِعَدَمِ احْتِيَاجِ مَا هِيَ مِنْهُ إِلَيْهَا قَبْلَ فَنَائِهَا وَلاَ يَجُوْزُ بَيْعُهُ بِوَجْهٍ مِنَ الْوُجُوْهِ.

Guruku, Ibn Hajar al-Haitami, ditanya tentang mesjid yang dimakmurkan dengan peralatan baru sementara peralatan yang lama masih ada. Bolehkah memakmurkan mesjid lain yang lama dengan peralatan yang lama tersebut atau menjualnya dan menyimpan uang penjualannya. Maka beliau menjawab: “Boleh memakmurkan mesjid lama dan baru lain dengan peralatan usang tersebut jika sekiranya sudah dipastikan sebelum menjadi hancur peralatan itu tidak dibutuhkan lagi. Dan tidak boleh menjualnya sama sekali.

[1] Al-Bakri Muhammad Syatha al-Dimyathi, I’anah al-Thalibin dan Zainuddin al-Malibari, Fath al-Mu’in , (Singapura: Maktabah Sulaiman Mar’i , t .th). Jilid III, h. 179-180.

[2] Zainuddin al-Malibari, Fath al-Mu’in pada I’anah al-Thalibin,  (Singapura: Maktabah Sulaiman Mar’i , t .th). Jilid III, h. 182.

Sumber: Ahkamul Fuqaha no. 194 KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-11 Di Banjarmasin Pada Tanggal 19 Rabiul Awwal 1355 H. / 9 Juni 1936 M.