Non Muslim Mengucap Kalimat Syahadat Sebelum Meninggal Dunia, Apakah Masuk Islam?

 
Non Muslim Mengucap Kalimat Syahadat Sebelum Meninggal Dunia, Apakah Masuk Islam?

Laduni.ID, Jakarta - Dalam kehidupan sosial banyak dari kita yang memiliki sahabat, teman, rekan, tetangga atau bahkan keluarga yang memiliki keyakinan dan agama yang berbeda. Tentu hal ini tidak lantas menjadi penghalang bagi kita untuk saling menghormati dan menjaga kehidupan sosial kita sehingga terjalinnya hubungan yang harmonis.

Kemudian dalam beberapa kesempatan kita mungkin pernah menemukan seorang non muslim yang mengucapkan dua kalimat syahadat saat sebelum meninggal dunia. Lantas apakah orang tersebut masuk Islam atau tidak ? apakah orang tersebut masuk surga atau tidak ?

Mari kita simak penjelasan dari pertanyaan di atas.dengan memulai dari Hadits Rasulullah Saw yang menyatakan bahwa orang yang menjelang ajalnya mengucapkan kalimat tauhid atau La Ilaha Illallah maka masuk surga yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dalam Sunan-nya.

عَنْ مُعَاذَ بْنِ جَبَلٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ كَانَ آخِرَ كَلَامِهِ لَا إِلٰهَ إِلَّا الله دَخَلَ الْجَنَّةَ

Dari Mu’adz bin Jabal R.A ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, ‘Siapa pun yang akhir ucapannya (ketika menjelang ajal) kalimat La ilaha illallah maka ia masuk surga’.”

Jika kita memahani hadits tersebut secara literlek, maka akan tersirat dalam fikiran kita betapa mudahnya masuk surga. Sehingga dimungkinkan akan banyak manusia yang berbuat sesukanya dengan harapan diakhir hayat mereka cukup membaca kalimat syahadat, maka jaminannya adalah surga. Maka ada penjelasan dari berbagai ulama mengenai hadits ini.

Baca Juga: Penjelasan Macam-macam Kafir

1. Syekh Abu al-Hasan al-Sindi menyebutkan dalam kitabnya, Fath al-Wadud fi Syarh Sunan Abi Daud

وَالْمَعْنى أَنَّ إِجْرَاءَ اللهِ تعَالَى هٰذِهِ الْكَلِمَةِ السَّعِيْدَةِ عَلَى لِسَانِهِ فِي هٰذِهِ الْحَالَةِ مِنْ عَلَامَاتٍ أَنَّهُ سَبَقَتْ لَهُ المَغْفِرَةُ مِنَ اللهِ تعَالَى وَالرَّحْمَةُ، فَيَكُوْنُ أَهْلُ هذِهِ الْكَرَامَةِ مِنَ الَّذِيْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيهِمْ: {إِنَّ الَّذِينَ سَبَقَتْ لَهُمْ مِنَّا الْحُسْنَى أُولَئِكَ عَنْهَا مُبْعَدُونَ} وَاللهُ تَعَالَى أَعْلَمُ

“Maknanya, Allah menjadikan lisannya mengucapkan kalimat harapan ini adalah bagian dari tanda bahwa Ia menganugerahinya ampunan dan kasih sayang. Orang-orang yang mendapat kemuliaan ini adalah sebagaimana yang diceritakan dalam Al-Qur’an, ‘Bahwasanya orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan yang baik dari Kami, mereka itu dijauhkan dari neraka’, Wallahu a’lam” (Syekh Abu al-Hasan al-Sindi, Fath al-Wadud fi Syarh Sunan Abi Daud, Madinah: Maktabah Adhwa al-Manar, 2010, juz 3: 395).

2. Pandangan Ulama Salaf
Ada perbedaan pendapat dari pada ulama salaf mengenai hadits tersebut diantaranya Al-Hasan Al-Bashri, Imam Ibnu Al-Musayyib dan Imam al-Bukhari. Imam Abu Al-Fadhl ‘Iyadh Ibn Musa atau yang dikenal dengan Al-Qadhi ‘Iyadh menyadur pendapat ketiga ulama besar tersebut dalam kitab Ikmal al-Mu’allim bi Fawaid Shahih Muslim.

فَحَكَى عَنْ جَمَاعَةٍ مِنَ السَّلَفِ مِنْهُمْ اِبْنُ الْمُسَيِّب وَغَيْرُهُ أَنَّ هذَا كَانَ قَبْلَ أَنْ تُنْزَلَ الْفَرَائِضُ وَالْأَمْرُ وَالنَّهْىُ، وَذَهَبَ بَعْضُهُمْ إِلَى أَنَّهَا مُجْمَلَةٌ تَحْتَاجُ إِلَى شَرْحٍ، وَمَعْنَاهُ: مَنْ قَالَ الْكَلِمَةَ وَأَدَّى حَقَّهَا وَفَرِيْضَتَهَا، وَهُوَ قَوْلُ الْحَسَنُ الْبَصْرِى، وَذَهَبَ بَعْضُهُمْ إِلَى أَنَّ ذلِكَ لِمَنْ قَالَهَا عِنْدَ التَّوْبَةِ وَالنَّدَمِ وَمَاتَ عَلَى ذلِكَ، وَهُوَ قَوْل البُخَاري

“Al-Qadhi ‘Iyadh menceritakan dari orang-orang salaf, di antaranya Ibnu al-Musayyib dan selainnya, bahwa hadits ini ada sebelum turunnya kewajiban-kewajiban, perintah dan larangan dalam agama. Sebagian ulama salaf berpendapat bahwa hadits ini global dan butuh pada penjelasan, yaitu yang dimaksud di dalam hadits tersebut adalah: siapa pun yang mengucapkan kalimat tauhid dan menunaikan kewajiban serta hak yang terkandung dalam kalimat tauhid, ini adalah pendapat al-Hasan al-Bashri. Sebagian ulama salaf menegaskan bahwa hadits tersebut adalah bagi orang yang mengucapkan kalimat tauhid ketika ia bertaubat dan menyesal, kemudian meninggal ketika itu juga, ini adalah pendapat Imam al-Bukhari” (al-Qadhi ‘Iyadh, Ikmal al-Mu’allim bi Fawaid Shahih Muslim, Mesir: Dar el-Wafa, cetakan pertama, 1419/1998, juz 1: 253).

3. Pandangan Ahlussunah wal Jama’ah
Dalam pandangan Ahlussunah wal Jama’ah kita akan lihat dalam kitab yang sama yaitu kitab Ikmal al-Mu’allim bi Fawaid Shahih Muslim.

فَنُقَرِّرُ أَوَّلاً أَنَّ مَذْهَبَ أَهْلِ السُّنَّةِ بِأَجْمَعِهِمْ مِنَ السَّلَفِ الصَّالِحِ وَأَهْلِ الْحَدِيْثِ وَالْفُقَهَاءِ وَالْمُتَكَلِّمِيْنَ عَلَى مَذْهَبِهِمْ مِنَ الأَشْعَرِيِّيْنَ: أَنَّ أَهْلَ الذُّنُوْبِ فِي مَشِيْئَةِ اللهِ تَعَالَى، وَأَنَّ كُلَّ مَنْ مَاتَ عَلَى الْإِيْمَانِ وَشَهِدَ مُخْلِصاً مِنْ قَلْبِهِ بِالشَّهَادَتَيْنِ فَإِنَّهُ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ، فَإِنْ كَانَ تَائِباً أَوْ سَلِيْماً مِنَ الْمَعَاصِي وَالتَّبِعَاتِ دَخَلَ الْجَنَّةَ بِرَحْمَةِ رَبِّهِ، وَحُرِّمَ عَلَى النَّارِ بِالْجُمْلَةِ

“Kita menetapkan bahwa mazhab Ahlusunnah dari golongan salaf al-shalih, ahli hadits, ahli fiqih dan ahli kalam dari Asya’irah: ‘Sesungguhnya pendosa itu tergantung kehendak Allah ta’ala. Setiap orang yang meninggal dalam keimanan dan bersaksi kepada Allah dan Rasul-Nya dengan tulus dari hatinya, maka ia masuk surga. Apabila ia bertaubat atau bebas dari maksiat dan konsekuensi, maka ia masuk surga dan diharamkan dari neraka sebab adanya kasih sayang Allah subhanahu wa ta’ala.” (al-Qadhi ‘Iyadh, Ikmal al-Mu’allim bi Fawaid Shahih Muslim, juz 1, hlm. 255).

Baca Juga: Golongan Orang Kafir yang DiMaksud Rosululloh dalam Hadisnya

4. Kitab Fathul Mu’in

وَأَمَّا الْكَافِرُ فَيُلَقَّنُهُمَا قَطْعًا مَعَ لَفْظِ أَشْهَدُ لِوُجُوْبِهِ أَيْضًا عَلَى مَا سَيَأْتِى فِيْهِ إِذْ لاَ يَصِيْرُ مُسْلِمًا إِلاَّ بِهِمَا

“Adapun orang kafir maka secara pasti (tanpa khilafiyah) ia harus ditalqin dua kalimah syahadat yang disertai kata asyhadu (Saya bersaksi), karena kata itu juga wajib diucapkannya sebagaimana penjelasannya yang akan datang. Sebab, seseorang tidak menjadi muslim kecuali dengan keduanya (syahadatain)”. (Zainuddin al-Malibari, Fath al-Mu’in, Beirut: Dar al-Fikr, t .th). h. 139.

5. Kitab Irsyad al-‘Ibad ila Sabil al-Rasyad

وَاعْلَمْ أَنَّهُ يُشْتَرَطُ فِيْ إِسْلاَمِ كُلِّ كَافِرٍ التَّلَفُّظُ بِالشَّهَادَتَيْنِ لاَ اْلإِتْيَانُ بِلَفْظِ أَشْهَدُ فَاْلأَظْهَرُ اْلإِكْتِفَاءُ بِلآ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ وَهُوَ مُقْتَضَى كَلاَمِ الرَّوْضَةِ

“Maka ketahuilah, bahwa disyaratkan dalam masuk Islamnya setiap orang kafir untuk membaca dua kalimat syahadah, dan tidak hanya dengan lafadz asyhadu saja. Menurut qaul al-Azhhar, cukup dengan membaca لآ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ. Pendapat ini sesuai dengan pendapat dalam kitab al-Raudhah”. (Zainuddin al-Malibari, Irsyad al-‘Ibad ila Sabil al-Rasyad, Surabaya: al-Hidayah, t. th.), h. 3.

6. Pendapat Buya Yahya
Dalam kutipan tausiyah Buya Yahya yang dikutip dari Chanel Youtube Al Bahjah TV, Buya Yahya menyatakan bahwa non muslim yang membaca dua kalimat syahadat sebelum meninggal, maka dia dinyatakan masuk islam dan masuk surge. Berikut kutipan lengkapnya:

“Jika ada orang nyawanya masih dikandung badannya, dan ada kesadaran akalnya, kemudian dia dengan sukarela mengucapkan Asyhadu an Laa Ilaaha Illallaah, wa Asyhaduanna Muhammadarasuulullah, maka agama apapun asalnya itu dianggap sebagai seorang muslim. Dengan catatan setelah itu dia tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan Asyhadu an Laa Ilaaha Illallaah.”

Wallahu A'lam


Referensi:
1. Kitab Ahkamul Fuqaha Solusi Problematika Aktual Hukum Islam No. 202
2. NU Online
3. Youtube Al-Bahjah TV