Perbedaan Menggambar dan Memotret Sekaligus Hukumnya

 
Perbedaan Menggambar dan Memotret Sekaligus Hukumnya

Menyimpan Gambar yang Diambil dengan Potret, Lain dengan Menggambar Binatang dengan Potret

Pertanyaan :

Apakah boleh mengambil dalil dengan keterangan dalam kitab Tarsyih al-Mustafidin yang artinya: “Dan boleh menyimpan gambar yang diambil dengan potret,” untuk diperbolehkan menggambar hewan yang sempurna anggotanya dengan potret?, Dan apakah termasuk menggambar pula orang yang mengecap stempel yang mewujudkan gambar hewan?, Dan atau menempel papan yang terpisah-pisah kemudian  merupakan gambar hewan atau tidak?.

Jawab :

Tidak dapat untuk dalil, karena yang diterangkan dalam kitab tersebut ialah menyimpan bukan menggambar, tentang hukumnya menggambar, dengan potret, supaya melihat putusan Muktamar ke XIII masalah nomor 236, serta peninjauannya dalam Konferensi Besar. Adapun mengecapkan stempel gambar hewan, dan menempelkan papan hingga merupakan gambar hewan, itu termasuk hukumnya menggambar hewan, yakni mewujudkan gambar.

Keterangan, dari kitab:

  1. Al-Jawab al-Syafi [1]

لِأَنَّ التَّصْوِيْرَ هُوَ إِيْجَادُ الصُّوْرَةِ بِمَعْنَى أَنَّ الْمُصَوِّرَ يُحْدِثُ صُوْرَةَ حَيَوَانٍ بِفِعْلِهِ وَصُنْعِهِ.

Menggambar atau melukis itu adalah mewujudkan lukisan, yakni bahwa si pelukis mewujudkan lukisan binatang dengan pekerjaan dan karyanya.

  1. Qamus al-Marbawi [2]

التَّصْوِيْرُ لُغَةً وَشَرْعًا إِيْجَادُ الصُّوْرَةِ وَ إِحْدَاثُهَا.

Melukis secara etimologi dan terminologi adalah, mewujudkan lukisan dan menjadikannya.

  1. Majalah Nahdhah al-Ishlahiyah [3]

أَحَبُّ أَنْ نُجْزِمَ الْجَزْمَ كُلَّهُ أَنَّ التَّصْوِيْرَ بِآلَةِ التَّصْوِيْرِ (فُوْتُوْغِرَافِ) كَالتَّصْوِيْرِ بِالْيَدِّ تَمَامًا فَيَحْرُمُ عَلَى الْمُؤْمِنِ تَسْلِيْطُهَا لِلتَّصْوِيْرِ وَيَحْرُمُ عَلَيْهِ تَمْكِيْنُ مُسَلَّطِهَا ِلالْتِقَاطِ صُوْرَتِهِ بِهَا لِأَنَّهُ بِهَذَا التَّمْكِيْنِ يُعِيْنُ عَلَى فِعْلٍ مُحَرَّمٍ غَلِيْظٍ. وَقَالَ أَيْضًا تَنْبِيْهٌ لَعَلَّكَ فَهِمْتَ مِمَّا سَبَقَ أَنَّ الْكَلاَمَ فِي الصُّوَرِ لَهُ مَقَامَانِ الْمَقَامُ اْلأَوَّلُ فِيْ نَفْسِ التَّصْوِيْرِ وَهُوَ حَرَامٌ بِاْلإِجْمَاعِ دُوْنَ أَيْ تَفْصِيْلٍ وَقَدْ عَلِمْتَ مِمَّا قَدِمْنَا أَنَّ التَّصْوِيْرَ بِآلَةِ التَّصْوِيْرِ كَالتَّصْوِيْرِ بِالْيَدِ تَمَامًا لاَ فَرْقَ بَيْنَهُمَا.

Ketetapan yang menyeluruh adalah, bahwa pengambilan gambar dengan tustel (photografi) hukumnya sama persis seperti menggambar dengan tangan. Maka haram bagi setiap mukmin mempergunakan tustel untuk mengambil gambar dan haram pula menguasakannya kepada orang lain untuk mengambil gambar, karena dengan demikian berarti ia telah membantu atas pekerjaan yang sangat diharamkan. Disebutkan pula sebagai peringatan semoga Anda memahami, bahwa pembicaraan dalam masalah gambar ini ada dua tahap, yang pertama perihal pengambilan gambar itu sendiri yang diharamkan secara ijmak tanpa rincian apapun. Sebagaimana Anda ketahui dari keterangan yang lalu bahwa pengambilan gambar dengan tustel itu sama persis dengan menggambar/melukis dengan tangan, keduanya tidak ada perbedaan sama sekali.

[1] Al-Jawab al-Syafi. [2] Idris Abdul Rauf al-Marbawi, Qamus al-Marbawi, (Mesir: Musthafa al-Halabi, t. th.), Cet. Ke-4, Juz I, h.

[3] Majalah al-Nahdlatul Ishlahiyah, h. 264

Sumber: Ahkamul Fuqaha no.242 KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-14 Di Magelang Pada Tanggal 14 Jumadil Ulaa 1358 H. / 1 Juli 1939 M.