Pendapat tentang Hukum Menikahi Perempuan yang Bukan Pinangannya

 
Pendapat tentang Hukum Menikahi Perempuan yang Bukan Pinangannya

Menikahi Perempuan yang Bukan Pinangannya

Pertanyaan :

Bagaimana pendapat Anda sekalian tentang seorang yang menikah dengan calon istri, bukan yang dipinang, umpamanya ia meminang putri yang muda namanya Aisyah, tetapi si wali mengatakan namanya Fatimah, padahal Fatimah itu namanya putri yang tua, kemudian dalam akad nikah si wali berkata: “Aku nikahkan padamu dengan anakku bernama Fatimah”, lalu si lelaki berkata: “Aku menerima nikahnya Fatimah”, dengan maksud yang terpenting yaitu yang muda, sahkah pernikahan itu?.

Jawab :

Tidak sah, karena perbedaan yang dimaksud wali dan calon lelaki.

Keterangan, dari kitab:

  1. Hasyiyah al-Bajuri [1]

وَكَوْنُهُ عَالِمًا بِاسْمِ الْمَرْأَةِ وَنَسَبِهَا أَوْ عَيْنَهَا وَحِلَّهَا لَهُ فَلَا يَصِحُّ نِكَاحُ جَاهِلٍ بِشَيْءٍ مِنْ ذلِكَ ... وَشُرُوطِ الزَّوْجَةِ كَوْنُهَا حَلَالًا فَلَا يَصِحُّ نِكَاحُ مُحْرَمَةٍ وَكَوْنُهَا مُعَيَّنَةً فَلَا يَصِحُّ نِكَاحُ إِحْدَى الْمَرْأَتَيْنِ

Dan syarat seorang calon suami adalah mengetahui nama, dan nasab calon istri, atau wujudnya, dan halalnya calon istri baginya. Maka calon suami yang tidak mengetahui hal-hal tersebut tidak sah nikahnya. … Dan syarat calon istri adalah halal dinikahi oleh calon suaminya. Maka pernikahan dengan calon istri yang semahram (haram dinikah) tidak sah hukumnya. Dan calon istri itu sudah tertentu. Maka tidak sah pernikahan dengan salah satu dari dua perempuan.

[1] Ibrahim al-Bajuri, Hasyiyah al-Bajuri  ‘ala Ibn Qasim, (Beirut: Dar al-Fikr, t. th.) Juz II, h. 103.

Sumber: Ahkamul Fuqaha no. 267 KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-15 Di Surabaya Pada Tanggal 10 Dzulhijjah 1359 H. / 9 Pebruari 1940 M.