Bagi Hasil dari Pemeliharaan Kambing

 
Bagi Hasil dari Pemeliharaan Kambing

Menyerahkan Kambing untuk Mendapat Separo Anaknya

Pertanyaan :

Bagaimana hukumnya menyerahkan kambing untuk dipelihara dengan janji mendapat separuh anaknya atau tambahannya?.

Jawab :

Hukum akad tersebut tidak sah, sebab anak dan tambahan itu bukan dari pekerjaan pemeliharaan tersebut.

Keterangan, dari kitab:

  1. Al-Iqna’ [1]

تَتِمَّةٌ لَوْ أَعْطَى شَخْصٌ آخَرَ دَابَّةً لِيَعْمَلَ عَلَيْهَا أَوْ يَتَعَهَّدَهَا وَفَوَائِدُهَا بَيْنَهُمَا لَمْ يَصِحَّ الْعَقْدُ لِأَنَّهُ فِي الْأُولَى يُمْكِنُهُ إيجَارُ الدَّابَّةِ فَلَا حَاجَةَ إلَى إيرَادِ عَقْدٍ عَلَيْهَا فِيهِ غَرَرٌ وَفِي الثَّانِيَةِ الْفَوَائِدُ لَا تَحْصُلُ بِعَمَلِهِ وَلَوْ أَعْطَاهَا لَهُ لِيَعْلِفَهَا مِنْ عِنْدِهِ بِنِصْفِ دُرِّهَا فَفَعَلَ ضَمِنَ لَهُ الْمَالِكُ الْعَلَفَ وَضَمِنَ الْآخَرُ لِلْمَالِكِ نِصْفَ الدُّرِّ وَهُوَ الْقَدْرُ الْمَشْرُوطُ لَهُ لِحُصُولِهِ بِحُكْمِ بَيْعٍ فَاسِدٍ وَلَا يَضْمَنُ الدَّابَّةَ لِأَنَّهَا غَيْرُ مُقَابَلَةٍ بَعُوضٍ وَإِنْ قَالَ لِتَعْلِفْهَا بِنِصْفِهَا فَفَعَلَ فَالنِّصْفُ الْمَشْرُوطُ مَضْمُونٌ عَلَى الْعَالِفِ لِحُصُولِهِ بِحُكْمِ الشِّرَاءِ الْفَاسِدِ دُونَ النِّصْفِ الْآخَرِ .

(Penyempurna) Bila seseorang menyerahkan hewan peliharaan kepada orang lain -dengan akad- agar digunakan bekerja, atau agar dipelihara dan hasilnya dibagi di antara mereka berdua, maka akad tersebut tidak sah. Sebab dalam kasus pertama orang tersebut bisa mengakadi sewa pada hewan tersebut, maka tidak perlu mengakadinya dengan akad yang mengandung ketidakjelasan, dan dalam kasus kedua hasilnya tidak diperolehkan dari kerja si pemelihara. Bila ia menyerahkan hewan tersebut -dengan akad- supaya diberi makan dengan upah separo air susunya. Lalu orang yang diserahi melaksanakannya, maka si pemilik menanggung makanan yang telah diberikan bagi si pemberi makan, dan si pemberi makan menanggung separo air susu bagi si pemilik. Separo air susu itu merupakan kadar yang disyaratkan baginya, sebab diperoleh dengan hukum jual beli yang rusak. Dan si pemberi makan tidak menanggung hewan tersebut, karena tidak dibandingi dengan imbal balik. Bila si pemilik berkata: “Kamu beri makan hewan itu dengan upah separonya.”, lalu si penerima melaksanakannya, maka separo hewan yang dijanjikan itu menjadi tanggungan si penerima, sebab diperoleh dengan hukum jual beli yang rusak, bukan separo yang satunya.

[1] Muhammad al-Khatib al-Syarbini, al-Iqna’ pada Tuhfah al-Habib, (Mesir: Mathba’ah al-Taqadum al-Ilmiyah, t. th.), Jilid III, h. 176.

Sumber: Ahkamul Fuqaha no. 284 KEPUTUSAN KONFERENSI BESAR PENGURUS BESAR SYURIAH NAHDLATUL ULAMA KE 1 Di Jakarta Pada Tanggal 21 - 25 Syawal 1379 H. / 18 - 22 April 1960 M.