Tugas Dokter terhadap Pasien

 
Tugas Dokter terhadap Pasien

Tugas Dokter Terhadap Pasien

Pertanyaan :

Apabila pasien dalam keadaan kritis serta tidak mampu, tidak mempunyai keluarga yang mampu/bersedia membiayai dan bukan muhaddar, maka dokter yang menangani kalau ia muslim wajib berusaha untuk merawatnya baik dengan biaya dari dokter itu sendiri atau dari yang lain dengan cara wajib ‘ain atau wajib kifayah.

Jawab :

Keterangan, dari kitab:

  1. Kanz Raghibin dan Hasyiyata Qulyubi wa ‘Umairah [1]

(الْتِقَاطُ الْمَنْبُوذِ) بِالْمُعْجَمَةِ (فَرْضُ كِفَايَةٍ) صِيَانَةً لِلنَّفْسِ الْمُحْتَرَمَةِ عَنْ الْهَلَاكِ

قَوْلُهُ (فَرْضُ كِفَايَةٍ) عَلَى مَنْ عَلِمَ بِهِ وَتَعَدَّدَ فَإِنْ انْفَرَدَ فَفَرْضُ عَيْنٍ

Menyelamatkan orang yang dalam keadaan sangat kritis adalah fardhu kifayah (kewajiban kolektif) demi menjaga jiwa yang terhormat dari kematian. Pernyataan al-Mahalli: “Fardhu kifayah.” tersebut berlaku terhadap orang yang mengerti dan berjumlah banyak. Sedangkan jika sendirian, maka fardhu ‘ain.

2. Bughyah al-Mustarsyidin [2]

(مَسْأَلَةُ ك) مِنَ الْحُقُوْقِ الْوَاجِبَةِ شَرْعًا عَلَى كُلِّ غَنِيٍّ وَحَدُّهُ مَنْ مَلَكَ زِيَادَةً عَلَى كِفَايَةِ سَنَةٍ وَلِمَمُوْنَةٍ سَتْرُ عَوْرَةِ الْعَارِيْ وَمَا بَقِيَ بَدَنُهُ مِنْ مُبِيْحِ تَيَمُّمٍ وَاِطْعَامُ الْجَائِعِ وَفَكُّ أَسِيْرٍ وَكَذَا ذِمِّيٍّ بِتَفْصِيْلِهِ وَعِمَارَةُ سُوْرِ بَلَدٍ وَكِفَايَةُ الْقَائِمِيْنَ بِحِفْظِهَا وَالْقِيَامُ بِشَأْنِ نَازِلَةٍ نَزَلَتْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَغَيْرُ ذَلِكَ إِنْ لَمْ تَنْدَفِعْ بِنَحْوِ زَكَاةٍ وَكَفَّارَةٍ وَوَقْفٍ وَسَهْمِ الْمَصَالِحِ مِنْ بَيْتِ الْمَالِ

(Kasus dari Muhammad Sulaiman al-Kurdi), Yang termasuk hak-hak wajib dalam syari’ah bagi setiap orang kaya, yaitu orang yang mempunyai kelebihan dari kebutuhan bidup diri dan orang yang wajib dinafkahinya selama setahun, adalah memberi pakaian orang yang tidak punya pakaian, memberi barang yang menjaga tubuhnya dari bahaya dalam kadar yang memperbolehkan tayamum, memberi makan orang yang tidak punya makanan, menebus tawanan muslim, begitu pula tawanan kafir dzimmi, membangun perbatasan negeri dan mencukupi kebutuhan penjaganya, menagani bencana yang menimpa muslimin, dan semisalnya, bila semuanya itu tidak tercukupi dengan harta zakat, denda kafarat, wakaf dan harta kemaslahatan dari bait al-mal.

[1] Al-Mahalli, Qulyubi dan ‘Umairah, Kanz Raghibin dan Hasyiyata Qulyubi wa ‘Umairah, (Indonesia: Dar Ihya al-Kutub al-‘Arabiyah, t. th.), Juz III, h. 123.

[2]  Abdurrahman bin Muhammad Ba’lawi, Bughyah al-Musytarsyidin, (Indonesia: al-Haramain, t. th.), h. 253.

Sumber: Ahkamul Fuqaha no. 346 KEPUTUSAN MUNAS ALIM ULAMA Di Sukorejo Situbondo Pada Tanggal 13 - 16 Rabiul Awwal 1404 H./18 - 21 Desember 1983 M.