Inilah Hukum Budi Daya Jangkrik

 
Inilah Hukum Budi Daya Jangkrik

Budi Daya Jangkrik

A. Diskripsi Masalah

Di zaman modern sekarang ini, perkembangan IPTEK semakin pesat. Di antara perkembangan tersebut adalah membudidayakan jangkrik untuk berbagai keperluan.

B. Pertanyaan

  1. Bagaimana hukum budidaya jangkrik?
  2. Bagaimana hukum jual beli jangkrik?

C. Jawaban

  1. Budidaya jangkrik hukumnya boleh.

D. Dasar Pengambilan Hukum

1. Al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah [1]

اَلْمَالِكِيَّةُ - لَا نَزَاعَ عِنْدَهُمْ فِي تَحْرِيمِ كُلِّ مَا يَضُرُّ فَلَا يَجُوزُ أَكْلُ الْحَشَرَاتِ الضَّارَّةِ قَوْلًا وَاحِدًا أَمَّا إِذَا اعْتَادَ قَوْمٌ أَكْلَهَا وَلَمْ تَضُرَّهُمْ وَقِبْلَتْهَا أَنْفُسُهُمْ فَالْمَشْهُوْرُ عِنْدَهُمْ أَنَّهَا لاَ تَحْرُمُ

Ulama madzhab Malikiyah - Tidak terdapat pertentangan di antara mereka tentang keharaman memakan barang berbahaya. Maka tidak boleh makan serangga yang membahayakan, dengan (hanya terdapat) satu pendapat. Sedangkan jika suatu kaum sudah terbiasa memakannya, tidak membahayakan mereka, dan mereka menerimanya, maka menurut pendapat masyhur ulama Malikiyah maka serangga yang membahayakan itu tidak haram.  

2. Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab [2]

وَأَمَّا الصَّرَارَةُ فَحَرَامٌ عَلَى أَصَحِّ الْوَجْهَيْنِ كَالْخُنْفُسَاءِ وَاللهُ سُبْحَانَهُ أَعْلَمُ (فَرْعٌ) فِيْ مَذَاهِبِ الْعُلَمَاءِ فِيْ حَشَرَاتِ اْلأَرْضِ ... وَقَالَ مَالِكٌ حَلاَلٌ لِقَوْلِهِ تَعَالَى قُلْ لاَ أَجِدُ فِيْمَا أُوْحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلاَّ أَنْ يَكُوْنَ مَيْتَةً الْآيَةَ

Adapun jangkrik itu haram menurut ashshah al-wajhain (pendapat yang paling shahih dari dua pendapat ashhab) seperti kumbang. Dan Allah, Maha Suci Dia, adalah Dzat Yang Maha Mengetahui. (Cabang Kasus) Tentang mazhab-mazhab ulama perihal serangga ... Imam Malik berkata: “Serangga itu halal, karena firman Allah Swt.:“Katakanlah! “Tidaklah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya kecuali jika makanan itu bangkai, ... ”.(QS. al-An’am: 145)  

3. Al-Mughni [3]

وَلَنَا أَنَّ الدُّوْدَ حَيَوَانٌ طَاهِرٌ يَجُوْزُ اِقْتِنَاؤُهُ لِتَمَلُّكِ مَا يَخْرُجُ مِنْهُ أَشْبَهَ الْبَهَائِمَ

Dan kami (madzhab Hanabilah), memiliki pendapat bahwa ulat itu adalah hewan suci dan boleh membudidayakannya untuk memiliki barang yang keluar darinya, sama seperti binatang ternak.  

Jawaban 2.

Hukum jual beli jangkrik khilaf;

  • Madzhab Maliki dan Mazhab Hanafi mensahkan hukum jual belinya.
  • Menurut ashah al-wajhain dari mazhab Syafi’i, hukumnya haram.

  Dasar Pengambilan Hukum

4. Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh [4]

وَيَصِحُّ بَيْعُ الْحَشَرَاتِ وَالْهَوَامِ كَالْحَيَّاتِ وَالْعَقَارِبِ إِذَا كَانَ يُنْتَفَعُ بِهِ ... وَالضَّابِطُ عِنْدَهُمْ أَنَّ كُلَّ مَا فِيْهِ مَنْفَعَةٌ تَحِلُّ شَرْعًا فَإِنَّ بَيْعَهُ يَجُوزُ لِأَنَّ اْلأَعْيَانَ خُلِقَتْ لِمَنْفَعَةِ اْلإِنْسَانِ بِدَلِيْلِ قَوْلِهِ تَعَالَى خَلَقَ لَكُمْ مَا فِيْ اْلأَرْضِ جَمِيْعًا [البقرة:2/29]

Dan sah jual beli hewan serangga dan binatang melata, seperti ular dan kalajengking jika bisa dimanfaatkan. … Dan parameternya menurut mereka (ulama Hanafiyah) adalah, semua yang mengandung manfaat itu halal menurut syara’. Maka boleh menjualbelikannya. Sebab, semua makhluk yang ada itu memang diciptakan untuk kemanfaatan manusia, dengan dalil firman Allah Swt.: “Dialah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu ...” (QS. al-Baqarah: 29)  

5. Fath al-Wahhab dan Futuhat al-Wahhab [5]

(وَ)

  ثَانِيهَا (نَفْعٌ) بِهِ ... (فَلَا يَصِحُّ بَيْعُ حَشَرَاتٍ) ( قَوْلُهُ وَنَفْعٌ بِهِ) .... فَلَا يَصِحُّ بَيْعُ مَا لَا يُنْتَفَعُ بِهِ بِمُجَرَّدِهِ وَإِنْ تَأَتَّى النَّفْعُ بِهِ بِضَمِّهِ إلَى غَيْرِهِ كَمَا سَيَأْتِي فِي نَحْوِ حَبَّتَيْ حِنْطَةٍ إذْ عَدَمُ النَّفْعِ إمَّا لِلْقِلَّةِ كَحَبَّتَيْ بُرٍّ وَإِمَّا لِلْخِسَّةِ كَالْحَشَرَاتِ

(Dan yang kedua dari syarat barang sah diperjualbelikan adalah bermanfaat), … (maka tidak sah jual beli serangga). (Ungkapan Syaikh Zakaria al-Anshari: “Bermanfaat.”) … Maka tidak sah menjualbelikan barang yang tidak bermanfaat secara tersendiri, meski bisa dimanfaatkan dengan dirangkai pada parang lain seperti akan dijelaskan dalam contoh dua biji gandum. Sebab, tidak adanya manfaat suatu barang itu adakalanya karena terlalu sedikit, seperti dua biji gandum, dan adakalanya karena hinanya, seperti serangga.  

6. Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab [6]

وَأَمَّا الصَّرَارَةُ فَحَرَامٌ عَلَى أَصَحِّ الْوَجْهَيْنِ كَالْخُنْفُسَاءِ

Adapun jangkrik itu haram menurut ashshah al-wajhain (pendapat yang paling shahih dari dua pendapat ashhab) seperti kumbang.  

[1] Abdurrahman al-Juzairi, al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1996), Jilid I, h. 382.

[2] Yahya bin Syaraf al-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, (Beirut: Dar al-Fikr, 1996), Jilid XI, h. 16.

[3] Abdullah bin Ahmad al-Maqdisi, al-Mughni, (Mesir: Hijr, 1992), Jilid IX, h. 391.

[4] Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, (Damaskus: Dar al-Fikr, 1989), Jilid IV, 329.

[5]  Sulaiman bin Manshur al-Jamal, Futuhat al-Wahhab bi Taudhih Fath al-Wahhab, (Mesir: al-Tujjariyah al-Kubra, t. th.), Jilid III, h. 24-25.

[6] Yahya bin Syaraf al-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, (Beirut: Dar al-Fikr, 1996), Jilid XI, h. 16.

Sumber: Ahkamul Fuqaha no. 425 KEPUTUSAN BAHTSUL MASAIL AL-DINIYYAH AL-WAQI’IYYAH MUKTAMAR XXX NU DI Pon-Pes. LIRBOYO KEDIRI JAWA TIMUR TANGGAL 21 s/d 27 NOPEMBER 1999