Profil
Awal berdirinya Pondok Pesantren Nurul Jadid sangat berkaitan erat dengan terjadinya perang gerilya melawan penjajah Belanda. Selain sebagai pejuang Barisan Pembela Tanah Air (PETA) pada penjajahan Jepang, selanjutnya, KH. Zaini Mun’im juga dipercaya sebagai pimpinan Sabilillah ketika melakukan serangan terhadap Belanda 16 Agustus 1947 yang menguasai Kota Pamekasan. Oleh sebab itulah beliau menjadi incaran Belanda. Kondisi yang menghimpit itu memaksakan beliau hijrah berlayar dari Madura ke tanah Jawa, dan berlabuh di desa tanjung yang saat ini telah berganti menjadi desa Karanganyar.
Ketika sampai di desa Karanganyar beliau tidak memiliki niatan untuk mendirikan lembaga pendidikan (pesantren), namun untuk mengisolir diri dari keserakahan dan kekejaman kolonial Belanda. Justru keinginan beliau menyebarkan ajaran islam ke seluruh tanah air melalui Departemen Agama. Akan tetapi keinginan tersebut tidak sempat terealisasi, lantaran sejak berlabuh di desa Karanganyar beliau mendapatkan titipan 2 orang santri; Syaifuddin yang berasal dari Sidodadi Paiton dan Syafiuddin dari Kotaanyar Paiton, untuk mengaji dan belajar ilmu agama dari beliau.
Bermula dari 2 orang santri itu, lalu KH. Zaini tidak jadi melakukan pengembaraan ke Pendaleman Yogyakarta menemui teman-teman seperjuangannya. Beliau semakin bulat menetap di Karanganyar mengurus santri setelah beberapa orang berdatangan berhajat untuk menimba ilmu. Sebelumnya memang, beliau konsultasi ke KH. Syamsul Arifin (ayah KH. Asad Syamsul Arifin Sukorejo) pendiri Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo, dengan membawa contoh tanah.
Memuat Komentar ...