Profil
Sekitar awal abad ke-20, Kiai Chotib mulai merintis pesantren dengan mendirikan Langgar kecil yang dikenal dengan Congkop. Dari congkop inilah sebenarnya cikal bakal Pondok Pesantren AL-AMIEN PRENDUAN yang ada sekarang ini dan kiai Chotib sendiri ditetapkan sebagai perintisnya. Setelah meredup dengan kepergian kiai Chotib, kegiatan pendidikan Islam di Prenduan kembali menggeliat dengan kembalinya kiai Djauhari (putra ke tujuh kiai Chotib) dari Mekkah setelah sekian tahun mengaji dan menuntut ilmu kepada Ulama-ulama Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
Beliau kembali bersama istri tercinta Nyai Maryam yang merupakan putri salah seorang Syekh di Makkah Al-Mukarromah. Sekembali dari Mekkah, KH. Djauhari tidak langsung membuka kembali pesantren untuk melanjutkan rintisan almarhum ayah beliau. Beliau melihat masyarakat Prenduan yang pernah dibinanya sebelum berangkat ke Mekkah perlu ditangani dan dibina lebih dahulu karena terpecah belah akibat masalah-masalah khilafiyah yang timbul dan berkembang di tengah-tengah mereka.
Akhir tahun 1950-an Mathlabul Ulum dan Tarbiyatul Banat telah mencapai masa keemasannya. Dikenal hampir di seluruh Prenduan dan sekitarnya. Namun sayang kondisi umat Islam yang pada masa itu diterpa oleh badai politik dan perpecahan memberi dampak cukup besar di Prenduan dan Mathlabul Ulum. Memecah persatuan dan persaudaraan yang baru saja terbangun setelah melewati masa-masa penjajahan. Pimpinan, guru dan murid-murid Mathlabul Ulum terpecah belah. Periode Pendirian Pesantren (1952 – 1971) Menjelang akhir tahun 1951, di tengah keprihatinan memikirkan nasib Mathlabul Ulum yang terpecah KH. Djauhari teringat pada Pesantren Congkop dan almarhum ayahanda tercinta, teringat pada harapan masyrakat Prenduan saat pertama kali beliau tiba dari Mekkah.
Memuat Komentar ...