Kolom Gus Nadir: Ketika Ilmuwan, Ulama dan Profesor Dibully di Medsos

 
Kolom Gus Nadir: Ketika Ilmuwan, Ulama dan Profesor Dibully di Medsos

Medsos membuat orang merasa jadi setara. Hirarki keilmuan tidak lagi dihargai. Setiap orang merasa menjadi pakar, marilah kita hormati spesialisasi keilmuan masing-masing. Tahu dirilah sedikit, bahwa ilmu ini luas, dan orang belajar agama tidak instan, saya ada 2 gelar PhD hukum umum & Syari'ah. Saya tidak klaim paling tahu, tapi jelas saya lebih tahu ke2 bidang itu dibanding anak S1 ekonomi.

Saya jelas goblok dalam bidang kedokteran, peternakan atau ekonomi. Saya tidak akan berani menyalah-nyalahkan mereka yang punya gelar PhD dalam bidang tersebut, tidak ada orang yang pakar segalanya. Tidak ada orang yang goblok dalam segala hal. Masing-masing punya kelebihan dan kekurangan. Diskusi saling mengisi, makanya anda cek saja orang seperti Jonru, Hafidz Ary, Felix, latar belakang keilmuannya apa? Apa mereka pakar perbandingan agama, fiqh, tafsir?

Mereka pasti punya kelebihan, tapi juga punya kekurangan. Kalau mereka ngetwit sesuai disiplin ilmunya silakan dikaji, kalau tidak, ya di-ignore saja

Mari yuk kita diskusi di medsos sesuai kapasitas keilmuan kita, kita hargai para pakar sesuai bidang masing-masing, sehingga diskusi kita saling mengisi, Imam al-Ghazali itu usia 33 th diangkat jadi Profesor di kampus an-Nizhamiyah. Siapa bilang tidak mempunyai gelar?

Ada yang mempertanyakan para ulama klasik kan tidak mempunyaia gelar PhD atau Prof, jadi gelar akademik itu tidakk penting dalam belajar agama. Benarkah?, dulu juga ada yang membantah saya soal gelar akademik. Kata yang bersangkutan: "lha Rasul saja tidak pernah kuliah di universitas kok?"

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN