Untuk Apa dan Untuk Siapa Kita Beragama
Senin, 02.07.18, di Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Karangharjo, Silo, Jember, asuhan Kiyai muda, DR. Hodri Ariev, aku diminta bicara dalam Diskusi bertema "Untuk Apa/Siapa Kita Beragama". Aku didampingi pembicara lain, seorang pengamat Timur Tengah : Kiyai Hasibullah Satrawi. Aku bicara sebisanya. Antara lain ini :
Agama, di mana Tuhan selalu disebut di dalamnya, hari-hari ini tampaknya semakin menjadi amat penting dalam hidup manusia. Dia memberi mereka kekuatan, kepastian, sekaligus menerangi jalan dan menyediakan harapan-harapan keindahan, kelembutan dan kasih.
Hampir di setiap ruang nama Tuhan Yang Maha Agung dan Maha Kuasa diulang-ulang beratus dan beribu kali. Di tempat-tempat istirah para kekasih Allah, selalu ada gemuruh alunan kitab suci, zikir dan doa, siang dan malam, tanpa jeda.
Pada momen-momen sejarah, ada untaian indah salawat atas Nabi, kekasih Allah, sang pembawa kasih Tuhan, kadang diiringi tabuhan-tabuhan khas.
Tetapi, betapa ironi, dan sarat paradoks, karena dalam waktu yang sama, di sudut lain, nama Tuhan dijadikan alat untuk menakut-nakuti, menteror dan menciptakan penderitaan, mencaci maki manusia lain, melukai batin hamba-hamba-Nya dan lain-lain. Itu dilakukan terhadap orang lain hanya karena identitas atau pendapatnya tidak sama. Tuhan tak lagi menampakkan Wajah Lembut dan penuh Kasih, malahan menjadi begitu menakutkan.
Di banyak tempat Kata-kata Tuhan diteriakkan dengan garang : "Ini kata Tuhan!. Ini kata Tuhan! Kata-kata-Nya tak boleh ditentang. Siapa menentang sesat, kafir dan zalim. Karena itu ia wajib dimampuskan".
Memuat Komentar ...