Dayah sebagai Sekolah bagi Masyarakat
Laduni.ID, Jakarta – Belajar di dayah tidak membutuhkan banyak uang. Inilah yang menjadi faktor penting bagi masyarakat yang secara ekonomi tidak mampu. Rakyat bisa belajar di dayah meskipun sangat miskin. Umumnya, dayah-dayah tidak membebankan murid-murid untuk membayar uang pendidikan. Sebagaimana dilaporkan oleh Kustadi Suhendang, 47 persen dayah-dayah tidak memungut uang pendidikan; 20 persen memberlakukannya, tetapi tidak mewajibkan dengan jumlah tertentu. Bagi murid yang fakir miskin, dayah dengan sendirinya menyediakan makan, yang diberikan oleh Teungku (pimpinan dayah) atau dari masyarakat yang selalu siap membantu.
Dewasa ini, jika beberapa dayah yang meminta biaya pendidikan biasanya tidak terlalu banyak. Murid-murid yang tidak punya uang biasanya bekerja di sawah atau kebun milik dayah atau tinggal di tetangga-tetangga dayah. Para murid tidak terlalu menuntut banyak permintaan administrasi. Guru-guru tidak terlalu menuntut banyak permintaan yang berhubungan dengan kebutuhan materi. Kebutuhan sehari-hari mereka sangat sederhana. Guru-guru, khususnya pimpinan dayah, biasanya mereka mempunyai penghasilan untuk kebutuhan sehari-hari. Beberapa dari mereka ada yang menerima shadaqah, zakat dari masyarakat atau uang yang diberikan oleh masyarakat ketika memberi khutbah Jum’at atau memberi ceramah ketika perayaan Maulid Nabi.
Telah menjadi kebiasaan bagi orang tua murid untuk membawa sesuatu kepada guru dayah ketika membesuk anak-anak mereka. Asisten guru dipilih dari murid, mereka bekerja secara sukarela tanpa bayaran. Mengajar kawan sebaya mereka adalah salah satu proses yang dilalui ketika belajar di dayah, dan kegiatan ini dipandang sebagai ibadah. Keadaan inilah yang menjadikan agak mudah bagi masyarakat untuk memperoleh kesempatan belajar. Tidak seperti halnya dayah, sekolah meskipun bukan sekolah dasar dan madrasah mewajibkan murid-murid untuk biaya pendidikan.
Memuat Komentar ...