Menggugat HUT Perayaan RI #2: Tradisi Kuno Vs Islamisasi Tradisi
LADUNI.ID I KOLOM- Mencermati perayaan HUT Republik Indonesia dengan bermacam aneka perlombaan malah ada jenis perlombaan yang perlu ditinjau ulang untuk diperlobakan. Merespon hal ini, hendakanya pemerintah harus merasa iba dan terpanggil nuraninya melihat ini dengan kacamata kemanusian sehingga saban tahun terus mendramakan tontonan warisan Belanda itu dan sejenisnya?
Seharusnya negeri yang hampir mendekati seabad (73 tahun) kemerdekaan adanya ide dan gagasan yang lebih cemerlang dalam menghibur masyarakat dan mengadakan perlombaan yang memberi kontribusi yang positif dan agamis untuk kemajuan dan pembangunan bangsa ini. Bukan dalam artian meninggalkan semua berbagai jenis perlombaan yang lebih dulu ada tempat dihati masyarakat, tetapi menambah nilai-nilai baru yang lebih bermanfaat dan agamis untuk masyarakat, dengan menambah perlombaan semacam MTQ, lomba tahjiz mayat, dan sejenisnya.
Sedangkan lomba dengan nilai lama yang tidak mencoreng nilai-nilai kemanusiaan seperti petandingan atau perlombaan olahraga dan kearifan lokal lainnya yang positif juga tetap di pertahankan kurang lebih berdasarkan sebuah qaidah ushul fiqh “ al-muhafadzatu ‘ala al-qadimi ash-shaalih wa al-akhdzu bi al-jadidi al-ashlah” (mempertahankan nilai-nilai lama yang baik dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik).
Umpamanya dengan menggelar Yasin dan tahlilan bersama (mereka non muslim disesuaikan dengan agama masing-masing), jangan hanya merenungkan cipta sebagai doa mengenang para syuhada dan doa lainnya, kurang lebih hanya beberapa saat saja di saat ucapan kemerdekaan dilaksanakan dan juga dibarengi dengan kegiatan santunan kepada anak yatim piatu dan fakir miskin baik di kalangan pejuang atau masyarakat biasa lainnya, wlaupun serimonial semacam ini ada tetapi dalam skala yang kecil dan tidak menjadi agenda resmi pada setiap tahun memperingati HUT (Hari Ulang Tahun).
Memuat Komentar ...