Kubu Aneuk Manyak (KAM) #2: Tragedi Berdarah di Ujung Negeri Pidie
LADUNI. ID, SEJARAH- Saat itulah terjadi pembaharuan antara masyarakat Pantai Selatan dengan Pesisir Timur Aceh. Banyak masyarakat yang menjalin ikatan rumah tangga di antara kedua daerah tersebut dengan melahirkan keturunan.
Inilah kisah singkat seorang Laki-laki yang bernama Tengku Murhaban, asal Meulaboh (gampÙng asal tak diketahui) melakukan perjalanan panjang ketika menyusuri pendakian di kaki gunung itu. Sekitar tahun 1932, beliau menikahi seorang dara bernama Maisarah, asal Geumpang Keumala, Pidie.
Hasil perkawinan itu, mereka dikaruniai seorang bayi laki-laki yang menurut kisah sangat tampan. Ketika si kecli masih berusia 4 tahun, Ibunya, Maisarah, meninggal dunia. Sejak itu, si kecil hanya memiliki satu-satunya pelipur lara dan pengobat duka, yakni ayahanda tercinta, Murhaban.
Beberapa bulan lamanya, hingga pertengahan 1935, Tengku Murhaban memutuskan untuk pulang kembali ke kampung halamannnya di Meulaboh. Seusai meminta pamit dari mertuanya, dengan menjual seluruh harta benda melimpah ruah, dia sudah siap menjadi seorang pengusaha kaya raya yang hidup di zaman itu.
Semua kekayaan yang dimilikinya termasuk segudang kepingan uang emas, serta sejumlah harta benda yang bernilai tinggi dibawa pulang ke tanah kelahirannya, di Meulaboh.
Kabar kepulangan tersebut diberitahukan kepada seluruh kerabatnya. Salah seorang temannya secara sengaja mendatangi beliau untuk menanyakan kapan persisnya kepulangan tersebut. Tanpa menaruh rasa curiga, Murhaban pun membeberkan tanggal dan hari tepat dirinya ke Meulaboh.
Memuat Komentar ...