Kontradiksi Pandangan Pangeran Diponegoro dan Pesarean Gunung Kawi
Laduni.ID, Jakarta – Sebelum membaca artikel ini, penting kiranya terlebih dahulu membaca artikel sebelumnya, “Kisah Pangeran Diponogoro dalam Tradisi Folklor” agar dapat memahami secara utuh kejadian mula kontradiksi ini.
Dalam jurnal “Indonesian Language Education and Literature” menyampaikan bahwa, Babad Diponegoro memiliki pandangan tersendiri tentang hubungan antara Mataram dan kompeni atau VOC. Dalam Babad Diponegoro jilid 2 halaman 6 disebutkan bahwa serangan Mataram ke Jakarta atau Betawi dimenangkan oleh pasukan Mataram. Pasukan Mataram hanya meminta agar pasukan VOC atau Gubernur Jenderal memberikan upeti kepada pasukan Mataram. Hal ini merupakan perjanjian antara Tumenggung Wiraguna yang didampingi oleh juru tulis bernama Jiwaraga sebagai wakil dari Mataram dalam menghadapi gubernur jenderal dari Batavia.
Kehidupan Pangeran Diponegoro memang unik. Pangeran Diponegoro menolak untuk aktif berpolitik di dalam Kesultanan Jogjakarta. Pangeran Diponegoro tidak ingin jabatan dan sengaja menolak saat diangkat menjadi pangeran Adipati atau putra mahkota. Pangeran Diponegoro memilih tinggal di Tegalrejo yang merupakan tanah warisan dari nenek moyangnya. Dari Tegalrejo inilah, perang Diponegoro kemudian membangun jaringan keagamaan dengan tokoh-tokoh yang ada di Jawa. Masa muda Pangeran Diponegoro diisi dengan berguru ke berbagai pesantren di Jawa. Kebiasaan tersebut membuatnya memiliki hubungan yang luas dengan tokoh-tokoh Islam dan pesantren-pesantren di Jawa. Hal ini yang membuat Pangeran Diponegoro tidak tertarik dengan kehidupan dalam Kesultanan Yogyakarta. Diponegoro lebih suka membangun cita-cita untuk mendirikan negara Islam.
Memuat Komentar ...