Kala Masyarakat Mekkah Menyebut Aceh Sebagai Serambi Mekkah
Laduni.ID, Jakarta - Setelah Syeikh Abdurrauf wafat pada malam Senin tanggal 23 Syawal 1106 H (1695M), ketegangan kembali muncul mengenai struktur pemerintahan Aceh di bawah pemerintahan ratu, yang telah berlangsung selama 54 tahun sejak Safiatuddin Syah (1641-1675M). Ketegangan ini dipicu oleh fatwa yang datang dari Qadhi Mekkah. Menurut catatan sejarah, fatwa ini tiba atas "bantuan" dari pihak oposisi terhadap ratu
Kemudian, kendali pemerintahan Aceh dialihkan kepada seorang penguasa keturunan Arab, yang merupakan salah satu dari dua utusan Syarif dari Mekkah, yaitu suami Ratu Kemalatsyah yang bernama Syarif Hasyim. Pada hari Rabu tanggal 20 Rabi'ul Akhir 1109 H (1699M), Syarif Hasyim naik tahta menjadi raja. Menurut catatan sejarah, Ratu tersebut digulingkan karena adanya "fatwa import" tersebut.
Setelah itu, kerajaan Aceh dipimpin oleh seorang pemimpin yang bergelar Sultan Jamalul Alam Syarif Hasyim Jamalullail (1110-1113 H / 1699-1702M). Dengan berkuasanya Syarif Hasyim, dimulailah era dinasti Arab yang menguasai Aceh hingga tahun 1728 M.
Bukti sejarah menunjukkan bahwa setelah periode pemerintahan para Ratu di Aceh selama 59 tahun, kekuasaan mereka akhirnya tergoyahkan oleh campur tangan dari pihak Mekkah setelah sumbangan emas dari para Ratu tersebut. Periode panjang kepemimpinan perempuan di Aceh tersebut memberikan gambaran tentang tingkat emansipasi perempuan pada masa itu (Azyumardi Azra, 1999).
Sumbangan emas yang diberikan oleh para Ratu kepada rombongan dari Mekkah menjadi topik perdebatan dan pembicaraan di Mekkah, sebagaimana tercatat dalam sejarah Mekkah. Sumbangan tersebut tiba di Mekkah pada bulan Syakban 1094 H/1683 M, pada saat wafatnya Syarif Barakat
Memuat Komentar ...