Belokan Konservatisme (Conservative Turn)

 
Belokan Konservatisme (Conservative Turn)

LADUNI,ID, KOLOM- Mereka menutup sebuah stasiun televisi Kristen pada tahun 2008, menutup secara paksa beberapa balai pertemuan Protestan, bekerja sama dengan polisi untuk melarang sekte “Lia Eden” pada awal 2010, menyerang kampung Ahmadiyah di Manis Lor, dan kemudian –pada tahun yang sama– serangkaian serangan terhadap karaoke serta supermarket yang yang menjual bir.

 Intoleransi ini bukanlah konservatisme, melainkan sebuah tindakan ekstra judisial yang geram atas lambannya alat negara menangani pelanggaran hukum tersebut.

Bagi Sidney Jones, yang mengejutkan tak hanya soal menyeberangnya beberapa anggota GAPAS atau FUI ke kelompok teroris, tetapi juga bahwa kegiatan anti-minoritas mereka telah dipromosikan oleh seorang dosen di lembaga pendidikan negara, dan dalam beberapa kasus serangan anti-maksiat mereka diduga bekerjasama dengan polisi setempat.

Kita sulit mengerti perkembangan masyarakat madani (civil society) yang intoleran tanpa memahami dukungan aktif terhadap organisasi-organisasi ini dari orang-orang yang berkuasa atau dari state-craft yang cenderung memihak pada kelompok-kelompok intoleran yang gayanya tidak konservatif ini.

Belokan Konservatisme (Conservative Turn)

Seorang antropolog Belanda, Martin van Bruinessen (2013), dalam bukunya Contemporary Developments in Indonesian Islam: Explaining the ‘Conservative Turn’, menganalisis kecenderungan konservatisme di Indonesia. Bruinessen mengamati ormas Islam yakni Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Muhammadiyah, sementara mendiskusikan perkembangan gerakan Islam radikal di dua wilayah, yakni Sulawesi Selatan dengan fokus pada Komite Persiapan Pelaksanaan Syari’at Islam (KPPSI), dan di Solo, Jawa Tengah.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN