Pemaknaan Bendera yang Masih Ambigu
LADUNI.ID, Jakarta - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 merupakan aturan pencabutan badan hukum Hizbut Tahrir Indonesia. HTI dibubarkan karena bertolak belakang dengan negara ideal, Pancasila. Artinya, HTI memang anti-Pancasila.
Pasca-pembubaran organisasi yang antidemokrasi dan Pancasila ini, hampir seluruh media massa baik cetak maupun elektronik sebagai judul dan topik yang penting pemberitaan. Sebuah Koran di tempat tinggal seorang penulis foto burung garuda mengoyak kalimat laa ilaaha illallah, muhammadur rasulullah pada halaman judul. Ormas-ormas Islam ditampilkan kegeraman mereka terhadap desain grafis seperti ini. Pihak media menyampaikan perintah maaf secara langsung, yakni gambar yang murni kekhilafan dan pembuat gambar benar-benar menyadari bahwa bendera yang dikoyak oleh burung garuda tersebut merupakan bendera yang saat ini diadopsi oleh HTI dalam setiap aksi dan gerakannya.
Harus diakui, bagi masyarakat Muslim, kalimat tauhid merupakan kalimah suci. Setiap Muslim akan benar-benar ajrih ajakan mereka kepada apa pun yang di dalamnya termuat kalimat tauhid atau benda-benda yang ditulisi kalimat-kalimat dari Al-Qur'an. Emosi agama ini memang wajar dan tersemat dalam setiap agama apa pun, entah itu orang Islam, Kristen, Hindu, Budha, dan lain-lain.
Pemuliaan terhadap kalimat tauhid dan simbol khusus dari agama Islam sebelum kelompok-kelompok (baca: radikal) menggunakan simbol-simbol dalam embel-embel kelompoknya yang melibatkan imanen. Ada semacam pakem dan tidak ada tulisan yang berkembang di masyarakat Muslim larangan menulis kalimat-kata suci bukan pada tempat yang semestinya. Kebiasaan ini terus ditangani dari generasi ke generasi. Hasil baik darinya yaitu kalimat-kalimat suci yang ayat-ayat yang termaktub di dalam kitab suci jangan sampaikan wilayah yang tepat akan menciptakan kata-kata suci yang turun ke ranah profan. Orang tua akan melarang menuliskannya di dalam kaus atau baju dengan kalimat suci.
Memuat Komentar ...