Anakku, Sukses Itu Milik Orang Ulet
LAduNI.ID - Dalam dunia pendidikan dikenal istilah reward dan punishment. Kedua istilah ini sebagai bentuk apresiasi terhadap sikap maupun sebuah karya. Respon yang diberikan sebagai perwujudan sikap positif sehingga kepadanya diberikan penghargaan dan pujian, inilah yang masuk kategori reward. Demikian juga sebaliknya, ketidaksenangan yang diwujudkan dengan sikap negatif yang kemudian melahirkan hukuman atau sanksi inilah yang dinamakan punishment. Reward adalah apresiasi dan penghargaan, punishment adalah hukuman dan sanksi.
Jika demikian halnya, kedua istilah ini tidak hanya menjadi terminologi yang dekat dengan dunia pendidikan, organisasi apapun, struktur kerja apapun sangat memerlukan dua hal ini. Untuk apa? Untuk menjaga kedinamisan sebuah institusi. Akan beda semangat dan ghirah bekerja manakala dipandang sebuah keberhasilan yang kemudian diapresiasi dan menjadi pemacu (mudah-mudahan sebagai titik awal sebuah kemajuan), one minute awarness, bagi yang mendapat teguran dan peringatan.
Nyatanya, secara umum setiap manusia perlu dengan kondisi ini, terlebih lagi bagi seorang anak yang dalam setiap gerak langkahnya, setiap waktu tumbuh-kembangnya, ia memerlukan dukungan dan support dari orang-orang disekelilingnya. Acungan jempol tegak berdiri, senyum dengan mengangguk bahkan hingga sentuhan positif adalah bagian dari reward yang diwujudkan. Anak yang dalam tumbuh-kembangnya selalu dimotivasi, senantiasa disuntikkan semangat kemajuan agar tidak tertinggal, agar tidak bodoh dan dungu, agar tidak nrimo atau pasrah nantinya akan menjadi pribadi yang self confidence-nya tinggi. Dari sinilah kemudian muncul kata-kata, “Kamu pasti bisa”, “Kesuksesan bukan hanya milik orang kaya, kesuksesan adalah milik orang yang ulet”, “waktu sehari-semalam sama dengan 24 jam, tapi mengapa ada orang pintar, ada orang sukses, ada orang berhasil dan sebagainya”, demikian juga saat anak-anak sering mendengar kata-kata yang destruktif (mematikan), “diam kamu”, inilah adalah salah satu kata-kata yang mematikan keberanian anak untuk berbicara, dari dua kata ini akan memunculkan mentalitas anak yang selain tidak berani karena tidak terbiasa untuk mengemukakan pendapat terkandung makna juga anak akhirnya menjadi tipe yang introvert, takut salah, takut ditertawakan, takut dicemooh, ketika takut sudah mendominasi jiwa anak, maka yang muncul adalah anak-anak yang tidak berani mencoba, karena diliputi berbagai ketakutan itu tadi.
Memuat Komentar ...