Nahdlatul Ulama: Antara Kompleksitas dan Kesederhanaan dalam Kontestasi Politik Indonesia
Laduni.ID, Jakarta - Kontestasi politik di Indonesia saat ini memunculkan fenomena kutu loncat, bunglon atau apapun istilah bagi para petualang politik dalam menjalankan strategi pemenangan baik pada pencalonan anggota legislatif maupun eksekutif.
Fenomena gerakan tersebut semakin marak terlihat terutama pada kantong-kantong komunitas dan ormas yang memiliki basis massa kuat seperti Nahdlatul Ulama. Tidak saja terbatas pada aktivitas yang bersifat ideologis tapi juga strategis, terutama di daerah.
NU sebagai ormas yang berangkat dari pesantren telah melahirkan basis massa dengan manhaj keaswajaan khas Nusantara yang tetap dipertahankan dan terawat selama satu abad lebih usia keberadaannya. Nilai otentitas organisasi ini pada awalnya bukan terletak pada kiprahnya yang termunculkan di media massa, melainkan lebih pada dampak sosial budaya masyarakat di akar rumput, khususnya masyarakat Muslim pedesaan, terutama pada masa kepemimpinan Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid) saat rezim Orde Baru.
Perubahan pola demokrasi bangsa ini sejak masa reformasi di mana Gus Dur sangat berperan dalam proses itu hingga mengantarkannya ke kursi Presiden RI ke-4, otomatis membawa NU ke puncak permukaan percaturan politik negeri ini, walaupun secara khittoh NU tidak berkecimpung langsung dalam ranah politik praktis.
Sejak era kepemimpinan cucu pendiri NU KH. Hasyim Asy’ari inilah NU struktural dan kultural semakin menjadi primadona yang kerap menjadi incaran partai politik dan politisi dalam mengumpulkan suara untuk kepentingan politiknya, baik sesaat maupun jangka panjang.
Memuat Komentar ...