Ali Hasjmy #15  : Sosok Penyair Islam dan Kebangsaan Indonesia

 
Ali Hasjmy #15  : Sosok Penyair Islam dan Kebangsaan Indonesia

LADUNI.ID, ULAMA- Ketika umurnya menginjak usia 50 tahun, Ali Hasjmy kuliah di Fakultas Hukum, Universitas Islam Sumatra Utara, Medan tahun 1952—1953.

Kebangkrutan usaha ayahnya menghentikan belajar di perguruan tinggi itu. Namun, sejak itu kariernya sebagai pengarang dimulai dengan menulis untuk beberapa majalah di Jakarta dan Medan seangkatan dengan Hamka, OR Mandank, dan A. Damhuri.

Namanya semakin dikenal sebagai penyair dan penulis cerpen melalui majalah Panji Islam, Pedoman Masyarakat dan Angkatan Baru. Beberapa nama pena dipilihnya, seperti Al Hariri, Asmara Hakiki, dan Aria Hadiningsun. Pemakaian nama pena pada saat itu amat biasa dan merupakan kelaziman.

Sebagaimana berlaku pula untuk Amir Hamzah, Armijn Pane, dan Hamka. Tahun 1936 terbitlah kumpulan sajaknya Kisah Seorang Pengembara dan pada tahun 1938 kumpulan sajak Dewan Sajak. Kedua kumpulan sajak itu terbit di Medan tanpa menghasilkan imbalan yang berarti.

Baru pada tahun 1939 ia memperoleh imbalan yang layak dari dua novelnya, yakni Bermandi Cahaya Bulan (1938) dan Melalui Jalan Raya Dunia (1939) yang juga diupayakan oleh penerbit Medan. Karya-karya Ali Hasjmy antara lain, (1) Sayap Terkulai (novel, 1936), (2) Suara Azan dan Lonceng Gereja (novel, 1948).

H.B. Jassin menyebut Ali Hasjmy sebagai penyair Islam dan penyair kebangsaan. Semangat kebangsaannya itu, antara lain terungkap dalam sajak yang berjudul "Sawah" yang dengan halus menyindir nasib Indonesia di bawah penjajahan orang Belanda yang mengangkut kekayaan Indonesia ke negerinya.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN