#212, Islam dan Politik

 
#212, Islam dan Politik

LADUNI.ID, Jakarta - Saya dari dulu menganggap gerakan #212 adalah gerakan politik bersampul agama. Kenapa gerakan politik? Karena jelas maksud dan tujuannya adalah politik. Dulu tujuannya menjegal Ahok. Kini semangatnya dipelihara melalui reuni untuk menjegal Jokowi. Kenapa bersampul agama? Karena yang terjadi sebenarnya adalah fronting: depannya agama, belakangnya politik. Bungkusnya ayat, isinya politik. Tidurnya di masjid, salatnya di jalan. Dengkur-nya di Istiqlal, jum'atannya di Monas. Podiumnya khotbah, isinya agitasi politik. 

Apakah agama tidak boleh berurusan dengan politik? Tentu saja boleh, tinggal bagaimana bentuk relasinya. Dalam negara-bangsa majemuk seperti Indonesia, agama seharusnya menjadi sumber INSPIRASI politik. Nilai-nilai agama diambil sarinya, kemudian dibahasakan dalam idiom-idiom objektif yang bisa diterima semua orang seperti kesetaraan, keadilan, kejujuran, tepo seliro, dlsb. Dalam istilah Alm. Profesor Kuntowijoyo, ini disebut dengan objektivikasi. Agama sebagai INSPIRASI akan menjadi titik temu atau kalimatun sawa' (كلمة سواء). 

Agama mulai menjadi masalah begitu diangkat menjadi ASPIRASI politik. Begitu agama masuk ranah aspirasi, hasilnya tidak lain adalah SEGREGASI. Apa yang sudah dipersatukan oleh ikrar politik (bertanah air satu, berbangsa satu, berbahasa satu), akan pecah kembali oleh agama. Jembatan sintesis agama dan negara ambrol. Setiap pemeluk agama ingin ajaran dan idiom agamanya diangkat dalam legislasi. Lahirlah kemudian Perda Syariah, Perda Injil, dll yang menyenangkan satu kelompok meresahkan kelompok lain. Keresahan menyemai bibit-bibit konflik. Konflik tinggal naik setingkat menjadi kekerasan. Kekerasan pintu masuk pertumpahan darah. 

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN