Santri Goes To Papua: Upaya Membentengi dari Perongrong Kesatuan Negeri di Tanah Damai Papua
LADUNI.ID, Sorong - Memasuki bulan Desember ini kita dikejutkan oleh tragedi kemanusiaan di Nduga. Tentu hal ini membuat gempar. Terlebih, pelakunya adalah sekelompok orang Papua yang menyatakan keinginannya untuk lepas dari NKRI dan merdeka.
Pertama kali menuju Papua, ketika masih di atas kapal dari Jakarta, saya sempat ngobrol dengan seseorang. Dari penampilan fisiknya saya menduga dia orang asli Papua. Dan dugaan saya benar. Obrolan yang sudah mencair dan suasana kapal yang menumbuhkan rasa kekeluargaan, membuat saya berani mengajukan pertanyaaan yang saya anggap "berani". Yaitu soal konflik di Papua dan OPM.
"Mas, baru pertama ke Papua, kah? Papua itu lebih luas empat kali dari Jawa, mas. Kalau di Jakarta konflik, apa di daerah mas bahaya? Kalau di Jakarta ada orang ingin merdeka, apa di tempat mas ingin merdeka?" jawabnya yang menunjukkan kebodohan saya selama ini dan membuat saya harus merenung beberapa saat.
Beberapa malam yang lalu, ada orang asli Papua datang ke tempat saya. Karena tak terasa ternyata waktu hampir jam satu, maka obrolan pun kita akhiri dan dia pun pamit pulang. Bukan hidangan yang membuat waktu serasa cepat malam itu, karena saya hanya bisa menyuguhinya kopi, melainkan karena menariknya apa yang kita bahas. Kali ini bukan tentang konflik di Papua atau pun OPM. Tapi soal Bendera Tauhid.
"Setahu kita bendera itu kan bendera Islam. Ada tulisan 'laa ilaaha illallooh.' Kita lihatnya kan tulisan itu," akunya di penghujung obrolan yang kemudian diimbuhi tidak akan silau lagi dengan simbol-simbol Islam dan Arab.
Memuat Komentar ...