Sang Ibu Gus Dur yang Istimewa

 
Sang Ibu Gus Dur yang Istimewa

LADUNI.ID - Setelah wafatnya Kyai Abdul Wachid Hasyim, pada bulan April 1953, Greg menyebut ibu Gus Dur dengan kata-kata begini: “Bagi Solichah, Wachid Hasyim adalah seorang yang sempurna. Kematiannya pada bulan April 1953 mengalihkan semua ambisi dan aspirasinya kepada Gus Dur. Baginya adalah hal yang wajar bahwa Gus Dur meneruskan kerja yang dirintis oleh sang ayah, dan memenuhi, bagi Solichah sendiri, apa yang sudah dituliskan nasib. Bagi Gus Dur muda, Wahid Hasyim dijadikan teladan. Kehidupan sang ayah menjadi jalan hidup yang harus ditempuhnya sendiri nanti” (2003: 46).

Ibunda Gus Dur, Nyai Hj Sholichah ini adalah anak dari Mbah Bishri Syansuri, Rais Am PBNU, setelah Mbah Abdul Wahab Hasbullah. Tentang Nyai Hj Sholichah ini, biografinya ditulis oleh Muhammad Dahlan (et. al) dalam judul Sholihah A Wahid Hasyim: Muslimah di Garis Depan Sebuah Biografi (Jakarta: Yayasan K.H.A Wahid Hasyim, 2001). Secara khusus Gus Dur mengekspresikan kiprah dan sosok ibunya, bersama sang adik Gus Sholah, dalam sebuah buku Ibuku Inspirasiku (Pustaka Tebuireng), yang menceritakan ketangguhan sang ibu dalam menjalani hidup dan berkiprah di masyarakat.

Sang ibu, dilahirkan di Jombang pada 11 Oktober 1922. Beliau anak kelima KH. Bishri Syansuri dengan istri Nyai Hj. Nur Chadijah (adik dari Mbah Abdul Wahab Hasbullah), dari 10 saudara. Nama kecilnya adalah Munawwaroh. Ketika kecil dididik dalam bidang keilmuan pesantren di di Denanyar. Dalam usia 14 tahun dinikahkan dengan Gus Abdurrahim, anak dari Kyai Cholil Singosari, tetapi sang suami kemudian wafat pada tahun awal pernikahan mereka. Kemudian menikah dengan Kyai Wachid pada tahun 1936 M, tepat hari Jum’at, 10 Syawal 1356 H. Setelah menikah, pada awalnya, mereka tinggal di Denanyar, tetapi kemudian pindah ke Tebuireng, sampai sekitar tahun 1942.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN