Sastra dan Pesantren

 
Sastra dan Pesantren

LADUNI.ID - Hadirnya para pakar sastra dengan membincang sastra pesantren di Muktamar Sastra, membawa angin segar, khususnya bagi sastrawan yang belum banyak tahu seluk-beluk sastra pesantren, atau bagi peserta muktamar yang belum pernah mendengarnya.

Sastra Pesantren diulas apik oleh empat nara sumber; Prof. Dr. Abdul Hadi MW, Ahmadun Yosi Herfanda, R.M. Ng. KH. Agus Sunyoto, KH. Imam Azis.

Misalnya Ahmadun Yosi, melempar wacana konstruksi dan Revitalisasi Sastra Pesantren, karena sastra pesantren, menurutnya, masih menghadapi persoalan kompleks, baik persoalan konsep dan pengertiannya, maupun corak estetiknya dan wilayah tematiknya.

Sastra pesantren, masih menimbulkan banyak pengertian, apakah sastra yang lahir di pesantren, atau yang hanya ditulis oleh santri, atau sastra yang bermuatan keislaman (releguitas) saja, atau sastra tentang pesantren walau tidak ditulis oleh santri, atau bagaimana.

Maka, hal ini membutuhkan pengertian yang jelas, sehingga kelahirannya juga dapat dipandang dan dikatagorikan sastra pesantren.

Bila belum ada pengertian khusus, dan belum jelas, maka sastra pesantren, tidak akan menemukan formulanya. Maka, penting untuk dilakukan konstruksi dan revitalisasi Sastra pesantren.

Berbagai bentuk sastra yang berkelindan di pesantren, misalnya; tembang, syiir, nadzoman, hikayat, serat, kisah dan lainnya. Hikayat, menurut Prof Abdul Hadi, adalah sebutan umum untuk karangan naratif, baik prosa maupun puisi, dengan jenis yang beragam. Dan hikayat inilah yang banyak lahir dari pesantren.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN