Beda Pilihan Politik Silahkan, Namun Tidak Harus Saling Mencaci dan Mencela

 
Beda Pilihan Politik Silahkan, Namun Tidak Harus Saling Mencaci dan Mencela

LADUNI. ID, KOLOM, PERBEDAAN itu merupakan sunnatullah dan merupakan fenomena yang tidak dapat dielakkan dalam kehidupan ini. Hal ini juga terjadi di setiap elemen kehidupan termasuk dunia politik yang kini sedang membooming baik dalam pemilihan calon legislatif (pileg) maupun pemilihan presiden (pilpres).

Menyikapi perbedaan itu membutuhkan kedewasaan kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) dengan memanfaatkan kekuatan kekuatan pikiran bawah sadar atau yang dikenal dengan suara hati ( God Spot). Kedewasaan ini bukan hanya sebatas teori namun implementasinya.

Kita tidak ingin mereka yang selama ini hanya pandai beretorika di atas mimbar namun saat berbeda pandangan politik kembali menjadi tidak “baligh” alias dewasa bahkan melakukan hal yang diluar konteks ukhuwah dan persaudaraan.

Hal yang miris kita lihat yang sebagian dilakoni oleh orang terpelajar bahkan tokoh agamawan yang  ikut terseret ke dalam arus hoaksisme di medsos juga ikut "mencela" lawan politik dalam konteks kampanye hitam (Black campaign) yang tidak wajar. 

Pasca pihak KPU atau KIP mengumumkan waktu kampanye bahkan sebelumnya, suhu politik kian “panas”. Fenomena suhu politik itu dapat kita saksikan di media sosial dan media lainnya. Pendukung masing-masing pasangan calon masih sibuk adu opini, kadang fakta.

Beda itu biasa, idealnya tak jadi masalah. Namun tak dapat dipungkiri perbedaan pilihan dalam hal politik kerap memicu masalah dalam relasi dengan sesama.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN