Membaca Kembali Pemakzulan Gus Dur dengan Kritis
Laduni.ID, Jakarta - Gus Dur itu seorang manusia multikategori. Tak ada kategori baku untuk menyebutnya. Ia adalah seorang ulama yang fasih membaca kitab kuning, menyitir dalil juga syair. Sebagai politikus, Gus Dur tak diragukan. Partai Kebangkitan Bangsa lahir dan besar atas campur tangan kerja kerasnya. Meski di kemudian hari, ternyata dirampas oleh orang-orang terdekatnya.
Gus Dur adalah seorang pembaca sekaligus penulis yang pilih tanding. Kolumnis generalis. Hampir semua tema ia tulis. Mulai soal politik, agama, kebudayaan, sastra, bahkan bola. Tak jarang Gus Dur menanggapi pengkritik ataupun kalangan yang berseberangan pandangan dengannya melalui tulisan. Ia tak butuh buzzer untuk membungkam pengkritiknya. Tulisannya lebih dari cukup untuk menjelaskan.
Sampai-sampai, Media Indonesia pernah “memfasilitasi” Gus Dur ketika berpolemik dengan adik kandungnya, Gus Sholah, dalam berseri-seri artikel. Keduanya bersilang pandangan terkait sosok KH. Wahid Hasyim, hubungan negara dan syariat Islam. Gus Dur juga pernah berbalas surat terbuka dengan Gus Mus, karibnya sendiri, di surat kabar. Terhadap siapa pun Gus Dur akan begitu. Tak peduli keluarga sendiri, paman, ataupun karib. Tauladan yang langka di tengah “lambe turah” politik kita hari ini.
Sayangnya, Gus Dur harus menjadi korban pemakzulan. Ia menjadi Presiden dalam rentang yang sangat pendek. Mulai 23 Oktober 1999 dan dijatuhkan pada 23 Juli 2001. Ya, ia dijatuhkan. Gus Dur ibarat rajawali yang terbang sendirian di antara kepungan serigala. Beberapa kalangan yang dulu turut menaikkannya, berubah haluan. Mereka berkongsi dan berperan penting dalam penjatuhan Gus Dur.
Memuat Komentar ...