Musibah , Tahun Baru dan Problem Penafsiran Al-Qur'an

 
Musibah , Tahun Baru dan Problem Penafsiran Al-Qur'an

LADUNI.ID - Menjelang akhir tahun 2018, Indonesia menghadapi berbagai musibah silih berganti. Mulai dari gempa di Lombok, gempa dan tsunami di Palu, gempa di Jawa Timur dan yang terakhir ada tsunami di teluk Lesung Pandeglang Banten. Runtutan peristiwa musibah tersebut seakan beruntun tanpa jeda, terhitung sejak tanggal 29 Juli 2018 peritiswa gempa di Lombok sampai dengan musibah terakhir tanggal 22 Desember 2018 tsunami menerjang pesisir selat Sunda dan Lampung yang telah menewaskan sekitar 426 orang, 7202 luka-luka dan 23 orang hilang.

Sungguh peristiwa tersebut adalah duka yang menyisakan luka bagi seluruh bangsa ini. Selain dari duka, peristiwa alam tersebut telah menumbuhkan berbagai macam kesadaran kemanusiaan, seperti kesadaran sosial, politik, emosional, spritual dan intelektual. Konsekuensi tersebut setidaknya menjadi suatu potongan berkah di balik duka dan luka yang menganga. Asumsi ini mengafirmasi bahwa segala kejadian yang telah ditentukan oleh Tuhan selalu terdapat berkah kebaikan yang dapat diambil bagi mereka yang mau berfikir.

Konsekuensi kesadaran di balik musibah yang paling meluap dan populer adalah konsekuensi sosial dan spritual. Konsekuensi ini menjadi suatu kesadaran kemanusiaan yang sangat melekat-dekat, sehingga begitu terjadi musibah maka beriring do’a, simpati, empati dan uluran bantuan. Suatu kesadaran kemanusiaan paling peka yang hampir dimiliki oleh setiap orang. Bahkan untuk ukuran bangsa-bangsa timur, termasuk di Indonesia kesadaran sosial dan spritual menjadi predikat identik yang tidak dapat dipisahkan. Dominasinya kadang berlebihan, sehingga “agak sulit” untuk beranjak dari kesedihan  yang melilit.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN