Khutbah Jumat dan Narasi Politik

 
Khutbah Jumat dan Narasi Politik

LADUNI.ID - Akhir-akhir ini hampir semua ruang dan waktu diisi dengan perbincangan politik. Baik berupa ruang faktual seperti warung kopi, kantor, ruang keluarga dan tempat vital umum lainnya seakan tidak dapat menghindar dari perbincangan beraroma politik. Begitu juga ruang virtual, seperti laman media sosial, group WA alumni, keluarga, perkawanan sesama profesi dan group serupa lainnya juga menjadi arena adu argumen kecenderungan politik.

Wajarkah?. Jawabannya, tentu sangat wajar, namun akan sangat menjadi liar begitu ruang doa juga disesaki oleh pesan-pesan politik. Beberapa akhir ini, terlihat di tanah suci Mekah ada gejolak kecenderungan politik yang menggebu hingga kemudian dalam suasana dan ruang yang sangat sakral suara untuk dukungan atau kecenderungan politik yang belum tentu juga suci terlihat begitu antusias. Antusiasme itu sangat sulit dibedakan antara semangat keikhlasan beribadah dengan semangat menyuarakan kecenderungan pilihan politik.

Berikutnya juga terjadi di masjid-masjid sekitar kita dengan khutbah-khutbah beraroma politik. Sebagian ada yang mendukung, sebagian yang lain juga ada yang setuju agar ruang sakral dan ibadah steril dari kepentingan politik partisan.

Pada bagian fakta yang terkahir saya pribadi masih meragukan, apakah menyuarakan kecenderungan politik di atas mimbar khutbah (khususnya pada khutbah jum’at) tepat atau tidak. Keraguan tersebut mendorong saya pribadi untuk melihat bagaimana sebenarnya Rasulullah menyampaikan khutbah jumat. Adakah didalamnya pembicaraan politik? Jika ada, maka saya akan menjadi kelompok barisan pertama yang akan juga ikut menyuarakan kecenderungan politik di atas mimbar khutbah sholat jumat.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN