Perbedaan Pendapat Mengenai Baju Taqwa yang Sebagian Besar Dikenakan Orang Jawa

 
Perbedaan Pendapat Mengenai Baju Taqwa yang Sebagian Besar Dikenakan Orang Jawa

Pada awalnya kata ‘Baju Takwa’ adalah terjemahan bentuk matafora dari bahasa Arab (libasut taqwa) yang terdapat dalam al-Qur’an Surat Al-Araf ayat 26 yang lengkapnya sebagai berikut:

Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudahmudahan mereka selalu ingat.

 Para mufassir berbeda pendapat mengenai maksud kata ‹libasut taqwa’. Perbedaan itu dapat dibagi menjadi dua. Pertama kelompok yang menafsirkan kata baju takwa sebagai makna hakiki, makna sebenarnya. Yaitu makna baju sebagai busana takwa yang menutupi aurat sebagaimana dikemukakan oleh Abd al-Rahman bin Zaid(w.182 H). Sementara kelompok kedua menilai kata ‘libasut taqwa’ sebagai bentuk majas yang maknanya beragam. Misalkan Ibn Abbas memaknainya dengan amal saleh. Sedangkan sahabat Usman bin Affan memahaminya sebagai jalan hidup yang lurus. Adapun Urwah bin Zubair menghubungkannya dengan sikap takut (taqwa) kepada Allah. Sebagaimana Al-Hasan merujukkan kata ini kepada rasa malu, karena malu itu yang akan membawa seseorang bertakwa kepada Allah swt.

Bagaimanapun keterangan para mufassir tersebut memiliki posisi penting dalam pembentukan konsep baju takwa oleh Baju Takwa masyarakat Indonesia, sebagai pakaian yang menunjukkan sifat-sifat ketaqawaan. Secara fisik ditandai dengan tertutupnya aurat, yang akan mempengaruhi pemakaianya untuk senantiasan berada pada jalan yang lurus, beramal saleh dan memiliki rasa malu yang tinggi. Demikianlah konsep ini kemudian diterjemahkan oleh para desainer Nusantara dalam bentuk fisik baju takwa.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN