Begini Ketika Formalisasi Hukum Fikih Ditolak oleh Imam Malik dan Kiai Sahal

 
Begini Ketika Formalisasi Hukum Fikih Ditolak oleh Imam Malik dan Kiai Sahal

LADUNI.ID, Jakarta – KH Sahal Mahfudh, Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) 1999-2014 pernah secara terus terang tidak sepakat dengan formalisasi fiqih menjadi undang-undang atau hukum positif negara. Pernyataan itu ditulis dalam buku Nuansa Fiqih Sosial dan disampaikan pada setiap ceramah di berbagai kesempatan.

Hal ini diungkapkan oleh Cendekiawan Muda NU Ulil Abshar Abdalla dalam kesempatan diskusi dengan tema Kontekstualisasi Fiqih dari Era Klasih Hingga Era Kontemporer, di Ngopi Santri Pesantren Motivasi Indonesia (PMI), Kampung Cinyosog, Desa Burangkeng, Setu, Kabupaten Bekasi, Ahad (13/1).

Selain itu, Kiai Sahal berpendapat bahwa fiqih adalah terjemahan konkret dari syari’at. Kemudian fiqih menjadi landasan kehidupan orang Islam sehari-hari, bukan undang-undang yang dipaksakan negara.

“Karena ketika fiqih menjadi undang-undang yang dipaksakan negara, fiqih tidak akan menjadi nilai yang secara sukarela dihidupi dan dilaksanakan oleh masyarakat,” jelas mantan Ketua Lakpesdam PBNU ini.

Ketika fiqih diformalisasi yang kemudian dipaksakan negara, lanjut Gus Ulil, justru akan menimbulkan masalah. Seseorang bakal mengikuti ajaran fiqih bukan karena keikhlasan yang timbul dari dalam dirinya. Akan tetapi karena paksaan polisi negara.

“Sesuatu yang akan timbul nantinya seperti di Saudi. Orang salat karena takut diawasi polisi negara," terang menantu KH Mustofa Bisri.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN